DENPASAR, BALIPOST.com – Dampak dana hibah pariwisata sebesar Rp 1,1 triliun untuk Bali, Rp 984 miliar di antaranya untuk Badung, dinilai belum begitu ‘’nendang’’ bagi pemulihan perekonomian Bali. Terutama untuk lapangan usaha di bidang pariwisata.
Penlilaian ini dilontarkan Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Rizki E. Wimanda. Ia mengatakan, dari Rp 1,1 triliun dana hibah untuk Bali, tidak semuanya terserap karena ada persyaratannya.
Salah satunya, Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) tidak terpenuhi. Selain itu, besaran dana hibah yang diterima masing-masing pelaku usaha berbeda-beda tergantung histori pembayaran pajaknya. “Jadi, dengan Rp 948 miliar itu apakah memengaruhi pariwisata Bali? Ya… sedikit karena mereka dibantu berdasarkan pajak yang mereka bayar tahun sebelumnya, jadi tidak semuanya. Jadi, memang enggak nendang,” ujarnya.
Menurut Rizki, ada pelaku usaha yang mendapat kurang dari Rp 1 juta. Banyak aktivitas pariwisata, menurutnya, tidak ter-cover dengan dana hibah ini. “Sehingga dana hibah ini hanya sebagai bantuan hibah saja yang dampak ekonominya belum begitu “nendang”,” tegasnya.
Dikonfirmasi Senin (30/11), Ketua Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (FSP-Par) SPSI Bali Putu Satyawira Marhaendra mengatakan, dana hibah yang telah cair selain untuk operasional, juga diharapkan digunakan membayar gaji pegawai yang tertunggak. Ia meminta perusahaan atau pengusaha pariwisata di Badung yang menerima dana hibah pariwisata agar membayar gaji atau upah pekerjanya yang dirumahkan atau mengembalikan gaji atau upah yang dipotong akibat dirumahkan.
Satyawira menilai, dengan dibayarnya gaji karyawan atau pekerja pariwisata akan mengembalikan konsumsi masyarakat yang akhirnya dapat menggerakkan ekonomi kembali. Seperti diketahui, konsumsi masyarakat dalam struktur PDRB, kontribusinya 50 persen lebih. (Citta Maya/balipost)