MANGUPURA, BALIPOST.com – Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Badung, mulai khawatir dengan banyaknya proyek pemugaran pura di wilayahnya. Pasalnya, tak sedikit pura yang tergolong dalam cagar budaya atau peninggalan sejarah yang perlu dilestarikan.
Karena itu, Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, Ida Bagus Anom Bhasma, mengingatkan kepda masyarakat di Gumi Keris agar tidak sembarangan melakukan pemugaran. Terlebih di tengah banyaknya bantuan yang disalurkan dari pemerintah setempat. “Bukan tidak boleh (pemugaran –red), namun sebisanya jika pura itu mengarah ke peninggalan sejarah, atau bahkan memang betul-betul peninggalan sejarah, agar dikonsultasikan terlebih dahulu,” ujar Anom Bhasma, belum lama ini.
Dia mengakui, banyak permohonan perbaikan fasilitas keagamaan dari masyarakat untuk pemugaran atau perbaikan pura. Karena itu, pihaknya mengingatkan agar masyarakat tak sembarangan melakukan perbaikan. “Jangan sampai perbaikan justru merusak, bahkan menghilangkan peninggalan sejarah yang ada di dalamnya,” katanya.
Menurutnya, banyak masyarakat yang membangun atau memperbaiki bangunan pura dengan batu hitam, sehingga menghilangkan sisi unik dari bangunan tersebut. “Keunikan pura menjadi hilang, karena sekarang banyak pura yang diganti dengan batu hitam,” ungkapnya.
Dikatakan, pihaknya telah memiliki tenaga ahli dari Balai Arkeologi, Balai Pelestarian Cagar Budaya, dan sebagainya. Para ahli ini sebagai wadah konsultasi sebelum dilakukan perbaikan. “Jangan sampai karena Bapak Bupati banyak memberikan dana, semua dibongkar,” tegasnya.
Pejabat asal Desa Taman, Kecamatan Abiansemal mengimbau, agar pura yang berkaitan dengan peninggalan sejarah, apabila mengalami kerusakan, cukup diperbaiki sebagaimana aslinya. “Kalau nanti dibangun agar seperti di Taman Ayun misalnya. Seperti di Blahkiuh juga ada perbaikan pura, itu saya minta difoto dulu, nanti dipasang kembali. Pura Sada juga dulu kan pernah jebol saat gempa, kemudian kami bersama Balai Arkeologi turun dan bisa diperbaiki sebagaimana aslinya,” jelasnya.
Ditambahkan, pembongkaran dan penggantian dengan material yang berbeda kata dia bisa merugikan, karena peninggalan sejarah yang ada di dalamnya atau di struktur bangunan tidak bisa dikembalikan seperti semula. (Parwata/balipost)