GIANYAR, BALIPOST.com – Rencana pembangunan SMA Negeri baru di areal SMKN 3 Sukawati atau yang lebih dikenal sebagai Konservatori Karawitan Indonesia (Kokar) menarik perhatian para seniman. Pembangunan SMA negeri di wilayah Subak Bendul, Desa Batubulan, Kecamatan Sukawati Rencana ini dinilai akan memicu banyak kegaduhan sosial budaya.
Menurut Guru Besar Institusi Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Dibia, Kamis (10/12) rencana pembangunan SMA Negeri di kawasan Kokar ini akan menimbulkan kegaduhan sosial budaya. Ia menilai kegaduhan ini pada akhirnya akan merugikan kedua belah pihak.
Terlebih Kokar memiliki sejarah panjang dalam pelestarian kesenian di Bali. “Jika sebagai sekolah kesenian, SMKN 3 Sukawati tidak berjalan secara maksimal, saya khawatir Bali akan kehilangan salah satu lembaga yang menjadi menyangga utama dari kehidupan seni budaya Bali,” ungkapnya.
Ditambahkan Prof Dibia, selama ini Kokar Jurusan Bali yang berdiri pada 1960, adalah Sekolah Kesenian bidang seni pertunjukan yang memiliki konstribusi terhadap pembangunan seni dan budaya Bali secara umum. “Kokar telah berhasil menyelamatkan berbagai jenis seni pertunjukan klasik tradisional Bali, memelopori berbagai perubahan dalam sistem pendidikan seni di Bali, dan yang tidak kalah pentingnya adalah pelahir sumber daya manusia kesenian Bali yang banyak telah banyak berbuat untuk Bali baik dikancah nasional maupun internasional,” jelas Guru Besar asal Singapadu ini.
Prof Dibia menyampaikan kekhawatiran bila rencana pembangunan ini terjadi sekolah kesenian kebanggaan masyarakat Bali akan mengalami nasib yang malang. “Rumah lamanya sudah diambil lembaga lain (SMK 5 Denpasar-red) dan kini, ada wacana sebagian areal rumah barunya akan dibangun SMAN,” ucap alumnus Kokar 1969.
Seniman yang praktisi budaya ini mengungkapkan sekitar September 2020, sejumlah tim dari Provinsi Bali melakukan pengukuran tempat yang akan dibangun SMA Negeri. “Tidak main-main, bangunan sekolah baru ini, katanya akan mengambil sebagian besar ruang belajar SMKN 3 Sukawati termasuk auditorium mereka. Jika semuanya ini benar, akan dibawa kemana SMKN 3 Sukawati?” tanyanya.
Menurut Prof Dibia, kebijakan untuk membangun SMAN di areal kampus SMKN3 menunjukan sebuah kebijakan yang tidak didasarkan atas pemikiran yang holistik dan matang. Sebab, sebagai Sekolah Kesenian membuat keramaian seni, menari, menyanyi, menabuh gamelan, bermain musik, adalah sorga bagi siswa.
“Di sisi lain, SMA adalah sekolah membutuhkan ketenangan, sehingga keributan kesenian adalah neraka bagi mereka,” katanya.
Kepala SMKN 3 Sukawati I Gusti Ngurah Serama Semadi, SSP MSi dikonfirmasi mengatakan pihaknya sudah mengetahui terkait rencana pembangunan SMAN tersebut. Hanya saja, pihaknya enggan berkomentar. “Kami belum berani komentar terkait hal ini, silahkan langsung ke Dinas Pendidikan Provinsi,” tandasnya. (Manik Astajaya/balipost)