SINGARAJA, BALIPOST.com – Proyek pembangunan pondok wisata di Desa Munduk, Kecamatan Banjar dicurigai melakukan menipulasi izin yang telah diterbitkan oleh Badan Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Buleleng.
Pasalnya, proyek milik perusahaan tersebut membangun akomodasi wisata tidak sesuai desain yang diajukan pada saat memohon Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Tak hanya itu, kontruksi bangunannya diduga melanggar aturan Koivesien Bangunan (KB-red). Dari lahan yang dimiliki harusnya tidak lebih dari 10 persen atau lahan seluas tiga are yang boleh dibangun, tetapi faktanya perusahaan membangun di atas lahan sekitar 40 hingga 50 are.
Dugaan menipulasi perizinan itu terungkap setelah Komisi I DPRD Buleleng melakukan pemantauan ke lokasi proyek Kamis (27/7) kemarin. Pengawasan dipimpin Ketua Komisi I Putu Mangku Mertayasa bersama perwakilan Badan Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Kecamatan Banjar, dan aparat Desa Munduk.
Saat mengawasi proyek pondok wisata tersebut, rombongan hanya menemukan pekerja dan penanggungjawab proyek. Setelah mengamati proyek, rombongan kemudian meminta dokumen perizinan yang sudah dikantongi. Setelah ditunjukkan, proyek pembangunan pondok wisata ini memang sudah mendapat IMB. Hanya saja, dari dokumen itu ditemukan adanya indikasi menipulasi data-data yang diajukan pada pasaat memohon IMB kepada pemerintah daerah.
Atas temuan itu, rombongan DPRD mengingatkan penanggungjawab proyek untuk sementara menghentikan pembangunan. Selain itu, pihak perusahaan akan dipanggil untuk meminta klarifikasi terkait indikasi manipulasi data dalam dokumen izin tersebut.
Ketua Komisi I DPRD Putu Mangku Mertayasa mengatakan, manipulasi data dalam dokumen izin tersebut ditemukan pada luas dimana pada IMB diajukan 30 ara, namun faktanya proyek berdiri di atas lahan 4,5 hektar.
Selain itu, sesuai ketentuan KB yang mengatur dari total luas lahan itu yang bisa dibangun seluas tiga are, namun lahan yang sudah dibangun sekitar 40 sampai 50 are. “Dengan realita ini kita berpendapat bahwa antara lay out, desain, dan ketentuan KB sudah terjadi menipulasi ketika perusahaan akan mencari izin. Ini jelas pelanggaran dan tidak bisa dibiarkan, sehingga kita minta pembangunannya dihentikan sementara dan pihak perusahaan harus dipanggil untuk meminta penjelasan terkait manipulasi ini,” katanya.
Menurut Politisi PDI Perjuangan asal Desa Banjar ini, karena sudah terjadi manipulasi data, maka IMB dan izin yang sudah terbit itu dinyatakan cacat hukum. Untuk itu, pihaknya menawarkan solusi agar perusahaan menyempurnakan IMB yang sudah terbit menyesuaikan dengan data di lapangan. Jika ini tidak bisa dilakukan, maka pemerintah dapat mencabut dan menyatakan IMB yang sudah terbit itu tidak berlaku.
“Kita sudah sampaikan dua solusi itu dan kebetulan kita temuan lebih awal, sehingga sebelum bangunan selesai dokumen izinnya bisa disempurnakan. Kami akan awasi dan kecamatan juga berjanji akan mengawasi sampai dilakukan penyempurnaan IMB,” jelasnya.
Di sisi lain Mertayasa mengatakan, sebanrnya pembangunan akomodasi wisata di Desa Munduk yang sudah masuk sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) diizinkan untuk membangun. Hanya saja, pembangunanya harus memperhatikan ketetnuan yang menyangkut KB karena lahan di sana umumnya berada pada daerah terjal dan berfungsi sebagai daerah resapan. “Kita minta aturan diikuti karena daerah itu selain boleh dibangun akomodasi wisata juga untuk daerah resapan, sehingga persentase mana yang boleh dibangun dan mana yang dijadikan ruang hijau harus diikuti, jangan main manipulasi saja,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Pembinaan dan Pengawasan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Buleleng Nyoman Damayantha berjanji secepatnya akan mempelajari dokumen izin yang sudah terbit. Kajian ini akan dilakukan bersama Badan Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu, sehingga diputuskan apakah dilakukan perubahan atau pencabutan izin yang sudah terbit.
Menunggu kajian itu, pihaknya berama Satpol-PP kecamatan akan tetap mengawasi agar perusahaan menghentikan sementara pembangunan hingga perizinan sesuai dengan kondisi dan realita di lapangan. (mudiarta/balipost)