Putu Putra Astawa. (BP/Istimewa)

Oleh Dr. Putu Putra Astawa, M.Kom.

Pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia, Indonesia dan termasuk Bali, berdampak terhadap hampir seluruh sektor kehidupan, tak hanya kesehatan. Sektor ekonomi juga mengalami dampak serius akibat pandemi Covid-19.

Pembatasan aktivitas masyarakat berpengaruh pada aktivitas bisnis yang kemudian berimbas pada perekonomian. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia triwulan III 2020 terhadap triwulan sebelumnya meningkat sebesar 5,05 persen (q-to-q).

Sementara ekonomi Bali triwulan III 2020 masih di bawah nasional, tercatat tumbuh sebesar 1,66 persen jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (q-to-q). Capaian ini mencerminkan ekonomi Bali yang secara perlahan kembali berdenyut di tengah tekanan pandemi Covid-19. Kondisi semacam ini memunculkan kesadaran bahwa salah satunya aktivitas ekonomi tidak lagi harus dijalankan secara konvensional. Inovasi dan kreativitas diperlukan di era digital sekarang, guna meningkatkan daya saing dan memperluas jangkauan bisnis.

Namun di sisi lain pengaruh dari perkembangan digitalisasi, modernisasi dan globalisasi di berbagai sektor, ditengarai dapat berpengaruh terhadap eksistensi nilai-nilai adat, agama dan budaya Bali yang sudah dimiliki sejak turun-temurun. Hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama mulai pemerintah maupun masyarakat Bali, untuk menjaga eksistensi, nilai–nilai adat, agama dan budaya Bali yang berlandaskan konsep Tri Hita Karana yaitu harmonisasi dan kebersamaan.

Baca juga:  “Kasepekang” Sepek-Sepak

Upaya ini telah dilakukan melalui  konsep pembangunan Provinsi Bali yang dikenal dengan ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’, yang berakar pada nilai-nilai dan kearifan lokal Bali. Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.

Menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, untuk mewujudkan kehidupan krama Bali yang sejahtera dan bahagia sekala-niskala menuju kehidupan krama dan gumi Bali sesuai dengan prinsip Trisakti Bung Karno: Berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan melalui pembangunan secara terpola, menyeluruh, terencana, terarah, dan terintegrasi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila 1 Juni 1945.

Salah satu poin dari visi dan misi Gubernur Bali ‘’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’’ adalah memperkuat kedudukan, tugas dan fungsi desa adat dalam menyelenggarakan kehidupan krama Bali yang meliputi parahyangan, pawongan, dan palemahan serta membangun dan mengembangkan pusat-pusat perekonomian baru sesuai dengan potensi kabupaten/kota di Bali dengan memberdayakan sumber daya lokal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dalam arti luas.

Baca juga:  Otonomi Apa Otomoney?

Salah satu upaya untuk memperkuat desa adat, Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan Peraturan Daerah No.4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Munculnya penguatan konsep desa adat sebagai jawaban atas dampak proses modernisasi dan globalisasi yang semakin kuat, ditengarai dapat berpengaruh terhadap eksistensi desa adat. Di dalamnya ada ideologi dan Sistem Perekonomian Adat Bali yang sekaligus juga merupakan strategi dasar untuk memperkuat keberadaan dan peran desa adat.

Konsep perekonomian adat Bali yaitu mewujudkan Panca Kreta dan menopang pelaksanaan Panca Yadnya yang berdaulat, mandiri, berketahanan, berkelanjutan serta didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal Bali seperti kawigunan (manfaat), manyama braya (kekeluargaan), sagilik-saguluk (kebersamaan), masikian (kebersamaan), parasparos (musyawarah), salunglung sabayantaka (gotong royong), pada gelahang (kepemilikan bersama).

Di tengah upaya pemerintah mengakhiri pandemi Covid-19 dan memulihkan ekonomi, dengan tetap selalu menaati protokol kesehatan yaitu menjaga jarak, pakai masker dan cuci tangan, membangun perekonomian adat Bali menjadi salah satu solusi untuk membangun kembali perekonomian Bali yang terpuruk. Membangun perekonomian adat Bali di era digital menjadi sebuah peluang, sekaligus tantangan untuk bisa mengelaborasi nilai-nilai, adat, agama dan budaya Bali secara modern, sehingga antara tradisi dan modernisasi bisa berjalan seiring secara harmonis. Era digital ditandai dengan penggunaan teknologi informasi di berbagai bidang kehidupan.

Baca juga:  Kambing Hitam Klaster Sekolah

Pada era ini teknologi bukan lagi menjadi suatu pilihan tetapi sudah menjadi keniscayaan. Diperlukan upaya yang sistematis dan berkelanjutan agar dapat beradaptasi dan bersaing secara global tanpa meninggalkan tradisi yang ada. Diperlukan upaya dalam menjaga, melestarikan nilai-nilai tradisi, adat dan budaya dengan Culture Experience dan Culture Knowledge.

Culture experience yaitu peran aktif masyarakat Bali (krama Bali) dalam melestarikan nilai-nilai adat, agama dan budaya. Sementara culture knowledge yaitu meningkatkan kemampuan SDM khususnya dalam pengetahuan hukum adat, manajemen bisnis, dan penguasaan teknologi digital dengan melibatkan kaum milenial (yowana) Bali.

Kaum milenial sangat diharapkan untuk terus berusaha mewarisi nilai-nilai adat, agama dan budaya Bali yang akan menjadi kekuatan bagi eksistensi budaya lokal itu sendiri walaupun diterpa arus globalisasi.

Penulis, dosen Ekonomi Manajemen Universitas Hindu Indonesia

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *