I Kadek Darsika Aryanta. (BP/Istimewa)

Oleh I Kadek Darsika Aryanta

Kasus penambahan Covid-19 yang terjadi selama Natal dan tahun baru menunjukkan bahwa penyebaran virus ini masih belum bisa dikendalikan secara menyeluruh. Untuk itu agar dapat melakukan pencegahan secara dini, rencana pembelajaran tatap muka yang akan dilaksanakan di bulan Januari tahun 2021 masih perlu untuk dievaluasi kembali.

Jangan terkesan memaksakan siswa harus belajar di sekolah karena kesehatan siswa adalah yang paling utama. Pemerintah jangan terlalu mengambil risiko yang terlalu tinggi dengan mengorbankan kesehatan peserta didik sehingga mengabaikan kesehatan peserta didik.

Siswa-siswa sekarang merupakan aset bangsa yang harus diselamatkan. Mereka adalah generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan roda pemerintahan dan juga generasi Indonesia emas di tahun 2045. Untuk itu mereka harus mutlak untuk diselamatkan dan selalu untuk dijaga kesehatanya.

Selain itu juga pemerintah melalui Dinas Pendidikan perlu untuk terjun langsung ke lapangan mengecek dan juga mengevaluasi protokol kesehatan yang ada di sekolah masing-masing. Tidak cukup hanya dengan cara mengirimkan kuesioner melalui kesiapan sekolah saja, perlu peninjauan dari tim khusus agar verifikasi dan supervisi dari kesiapan protokol yang ada di sekolah bisa dilakukan secara baik dan benar.

Gambaran fenomena di atas merupakan imbas dari kondisi pagebluk yang sudah berlangsung di Indonesia hampir setahun ini. Kejadian luar biasa ini menimbulkan efek domino yang luar biasa bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, tidak terkecuali bidang pendidikan. Kondisi pagebluk ini mengubah seluruh struktur dan arah kebijakan pendidikan dari hulu ke hilir sehingga menyebabkan dampak perubahan yang kita rasakan sekarang ini.

Baca juga:  Masa Pandemi, Petani Simpan Sebagian Gabah Hasil Lahan Garapan

Pagebluk yang terjadi secara tiba-tiba, menuntut pengambil kebijakan untuk merespons gejolak psikis dalam koridor kewenanganya untuk mengambil keputusan yang memiliki risiko paling rendah. Tidak mudah memang, segala kebijakan pasti memiliki efek negatif dan juga efek positif.

Namun pengambilan kebijakan ini jangan sampai terkesan sebagai kebijakan ganti nama saja. Setali tiga uang, pengambilan kebijakan dan program yang dilaksanakan tidak harus ganti nama dan jargon belaka namun implementasinya di lapangan sama saja.

Untuk itu, langkah pengambilan kebijakan baik dari pusat dan pemerintah daerah harus sama-sama progresif dan berkelanjutan agar tidak terkesan pengambilan kebijakan yang “quo vadis”. Arah kebijakan dan strategi pengambilan program di masa pagebluk harus terukur dan sistematis untuk membuat pendidikan yang benar-benar menyentuh siswa dan guru.

Selama setahun ini ada beberapa kebijakan pemerintah yang memang perlu diapresiasi bersama. Kebijakan mengenai penghapusan Ujian Nasional (UN) merupakan kebijakan yang sangat berani dari menteri pendidikan dan kebudayaan. Dari tahun ke tahun ujian nasional merupakan momok yang sangat menakutkan bagi siswa bahkan juga bagi sekolah.

Baca juga:  Quo Vadis Modernisasi Pertanian

Kebijakan ini diharapkan mampu mengubah orientasi belajar siswa dan orientasi mengajar guru. Orientasi UN sebelumnya adalah hanya berorientasi pada nilai sekarang orientasi belajar siswa itu adalah bagaimana mampu memecahkan masalah dan memberikan solusi terbaik yang ada di dalam masyarakat dan lebih kepada proses dan juga sikap mereka.

Pada masa pandemi ini kita tidak lagi mendengar ada kasus mengenai soal bocor, ada siswa yang berangkat pagi-pagi untuk mendapatkan kunci jawaban soal UN, bahkan di tahun-tahun sebelumnya kita sering mendengar guru atau pihak sekolah yang sengaja membentuk tim sukses agar nilai ujian nasional peserta didiknya bisa tinggi, walaupun harus memberikan bocoran soal kepada siswanya. Sekali lagi di tahun ini dan ke depannya kasus seperti di atas tidak akan ada lagi.

Kebijakan pendidikan lain yang perlu diberikan apresiasi dalam masa pagebluk ini adalah adanya debirokratisasi dan deregulasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sebelum masa pagebluk, dana BOS ini harus singgah terlebih dahulu ke kas daerah, tentu saja ini memerlukan waktu dan juga alur yang sangat kompleks dalam pencairannya. Kebijakan ini sangat bermanfaat bagi siswa dan juga guru untuk mendukung pembelajaran secara daring.

Baca juga:  Mendorong Generasi Muda Bali Berwirausaha

Namun dalam tataran implementasi, kepala sekolah belum sepenuhnya merdeka dalam hal pengelolaan dana BOS sehingga perlu ada pendampingan dari Kemdikbud dan Dinas Pendidikan terkait.

Apresiasi positif juga harus kita berikan kepada kementerian dan kebudayaan terkait dengan bantuan kuota internet bagi siswa, guru, mahasiswa dan dosen. Bantuan kuota internet untuk pembelajaran jarak jauh sangatlah dinantikan oleh semua kalangan. Namun persoalan dalam pembagian kuota belajar dan umum masih perlu dievaluasi kembali. Seharusnya pembelajaran dengan menggunakan kuota umum lebih diperbesar sehingga memberikan keleluasaan bagi peserta didik ataupun mahasiswa untuk mencari referensi yang lebih bebas lagi.

Hal positif lainnya adalah bantuan subsidi upah (BSU) bagi guru swasta dan honorer. Bantuan subsidi upah sebesar 1,8 juta per guru sangatlah membantu di tengah pandemi ini. Namun dalam tataran implementasi, diharapkan penerima bantuan ini haruslah tepat sasaran. Jangan sampai ada guru yang sudah mendapatkan BSU dari kemenaker juga mendapatkan BSU dari kemendikbud.

Penulis adalah Guru Fisika, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN Bali Mandara

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *