JAKARTA, BALIPOST.com – Wilayah Mamuju, Sulawesi Barat, pada Kamis (14/1) siang sekira pukul 13.35 WIB diguncang gempa berkekuatan Magnitudo 5,9. Tak hanya sekali, pada Jumat (15/1) dinihari, gempabumi bermagnitudo lebih besar, 6,2, mengguncang dan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar.
Hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk gempa pada Kamis terjadi pada koordinat 2,99 Lintang Selatan (LS) dan 118,89 Bujur Timur (BT), atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 4 km arah Barat Laut Majene, Sulawesi Barat, pada kedalaman 10 km. Dikutip dari Kantor Berita Antara, berdasarkan estimasi peta tingkat guncangan yang dipublikasikan BMKG muncul warna kuning yang berarti guncangan gempa mencapai skala intensitas VI MMI yang berpotensi merusak.
Skala VI Modified Mercalli Intensity (MMI) berarti getaran gempa dirasakan oleh semua penduduk. Kebanyakan warga terkejut dan lari keluar bangunan, plester dinding jatuh dan cerobong asap pada pabrik rusak, kerusakan ringan.
Skala MMI tercatat hingga XII yang berarti dampak gempa menyebabkan kehancuran sama sekali, gelombang tampak pada permukaan tanah. Pemandangan menjadi gelap dan benda-benda terlempar ke udara.
Semua estimasi BMKG tersebut terbukti di lapangan. Dilaporkan sementara, banyak terjadi kerusakan rumah warga di Kabupaten Majene. Tidak hanya merusak, gempa ini juga memicu dampak ikutan gempa (collateral hazard) berupa runtuhan batu (rockfall) di tebing-tebing perbukitan.
Sementara itu, untuk gempa yang terjadi hari ini pukul 01.28 WIB, episenternya pada koordinat 2,98 LS dan 118,94 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 6 km arah Timur Laut Majene, Sulawesi Barat, pada kedalaman 10 km.
Karena kekuatannya lebih besar, tentunya juga berdampak lebih merusak. Apalagi jika kondisi bangunan dampak gempa pada sehari sebelumnya sudah mengalami retak-retak atau rusak sebagian maka dengan terjadinya gempa yang lebih kuat dapat berdampak merusak lebih parah.
Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, kedua gempa tersebut merupakan jenis gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) akibat aktivitas sesar aktif.
Diduga kuat pemicu gempa adalah Sesar Naik Mamuju (Mamuju Thrust). Terbukti bahwa hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault).
Mekanisme sesar naik ini mirip dengan pembangkit gempa Lombok pada 2018, bidang sesar membentuk kemiringan bidang sesar ke daratan.
Sesar Naik Mamuju memiliki magnitudo tertarget mencapai 7,0 dengan laju geser sesar 2 mm/tahun sehingga sesar ini harus diwaspadai karena mampu memicu gempa kuat.
Berdasarkan catatan Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, sesar naik Mamuju atau Mamuju thrust merupakan sesar lepas pantai yang sangat aktif, dengan pergerakan sesar naik. (kmb/balipost)