NEGARA, BALIPOST.com – Sehari pascameluapnya Sungai Pulukan, perbatasan Desa Medewi dan Desa Pulukan, Kecamatan Pekutatan, tak hanya kerusakan material yang diderita warga. Secara psikis, korban banjir ini juga masih trauma.
Pasalnya, ada sejumlah warga yang rumahnya diterjang air bah hingga rusak, bahkan lenyap. Salah satu warga yang paling terdampak banjir adalah Mujayati (50). Ibu empat anak yang saat ini mengungsi di tenda darurat bersama 9 KK lainnya ini, kehilangan rumah yang baru dibangun 1,5 tahun lalu.
“Habis sekarang tak punya tempat tinggal lagi. Rumah itu baru dibangun, sisa hanya teras saja sekarang. Mau tinggal dimana lagi, ” ujarnya ditemui di tenda pengungsian, Jumat malam.
Mujayati menceritakan saat musibah yang menghanyutkan rumah huniannya pada Jumat dini hari lalu. Sekitar pukul 01.00 Wita saat air mulai naik, ia masih tidur di rumah.
Saat itu sudah terdengar gemuruh aliran air dari sungai dan suaminya sempat memberitahu kalau pohon kelapa dekat rumahnya sudah hanyut. Tak berselang lama, beberapa orang dan tetangga berteriak kalau air naik banjir.
Ia pun lalu diajak keluar dari rumah dan beberapa orang mulai mengeluarkan barang-barang dari dalam rumah. “Sudah tak ingat lagi, sudah banyak orang mengeluarkan barang dalam rumah. Shock saya pak, sampai sekarang saya belum ke sana (rumahnya) lagi, kata saudara sudah lenyap rumah,” ujarnya.
Di rumah itu, ia tinggal bersama suami dan satu anaknya. Kini rumahnya sudah raib diterjang banjir dan tidak tahu harus tinggal dimana.
Sementara ini, Mujayati tinggal di tenda darurat yang disediakan tim penanggulangan bencana. Di malam pertama, di lokasi kembali diguyur hujan deras.
Bahkan tenda bocor dan akhirnya warga diberikan alas kayu untuk tidur. Tidak di bawah hanya beralas terpal dan karpet.
Dari pendataan ada 12 KK yang terdampak yakni rumah hancur. Namun yang mengungsi 10 KK, termasuk bayi dan balita. (Surya Dharma/balipost)