DENPASAR, BALIPOST.com – LSM Gema Nusantara pun mendatangi DPRD Bali, Selasa (19/1) untuk minta kejelasan soal pembangunan Bandara Bali Utara. Mereka diterima oleh Wakil Ketua DPRD Bali I Nyoman Sugawa Korry, Komisi III DPRD, dan Ketua Komisi I DPRD Bali Nyoman Adnyana.
Dalam penyampaiannya, Ketua LSM Gema Nusantara Antonius Sanjaya Kiabeni, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengawal rencana pembangunan tersebut kurang lebih selama 8 tahun. Pihaknya juga telah diundang oleh DPRD Kabupaten Buleleng, Bupati Buleleng, hingga Gubernur Bali Wayan Koster membahas terkait pembangunan Bandara Bali Utara.
Antonius menceritakan, pada 18 November 2020, saat diundang Gubernur Bali Wayan Koster ke Jayasabha, ia sudah menyampaikan pendapat bahwa seluruh pemangku kepentingan harus duduk bersama untuk mengetahui apa yang menjadi pokok permasalahan. “Bandara Buleleng ini kita harus cari benang merahnya. Perlu apa tidak, kasihan masyarakatnya,” tegasnya dihadapan anggota Dewan Bali.
Ia juga berpesan agar upaya pembangunan Bandara Bali Utara jangan sampai keluar dari sistem yang ada. Apabila di Desa Sumberklampok adalah tujuan lokasi Bandara, maka di sana harus ada lahan konservasi.
Apabila lahan konservasi dihadapkan dengan investasi, maka sulit bahkan tidak bisa didamaikan. Sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2020 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, dimana Bandara Bali Utara masuk didalamnya.
LSM Gema Nusantara sangat mendukung hal itu. “Kalau ke barat, tanah Desa Adat di timur, saya sampaikan bahwa pengalaman saya pernah jadi ketua tim penelitian, pengalaman saya saat itu, saya sampaikan di Forum, bahwa tanah Desa Adat Kubutambahan dalam konteks pembangunan Bandara, tidak masalah. Jangan memasalahkan yang tidak masalah,” tandasnya.
Terakhir, LSM Gema Nusantara menyatakan, seluruh aspirasi yang masuk sudah dituangkan dalam surat. Surat tersebut sudah dikirimkan kepada DPRD Bali, Pemprov Bali, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, hingga Presiden RI Joko Widodo.
Ketua Komisi III DPRD Bali, Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana menyampaikan, adanya Bandara Bali Utara bisa membangkitkan perekonomian Bali. “Yang namanya akses adalah pilar pariwisata. Apapun bentuk akses, selama ini tepat, akan menghasilkan dampak perekonomian,”ujarnya.
Soal Penlok yang anggap “Kebarat-kebirit”, Adhi Ardhana menjelaskan jika pihaknya lebih berfokus pada asas manfaatnya. Seperti pada Rapat Kerja (Raker) dengan Dinas Perhubungan Provinsi Bali bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sejatinya pembangunan Bandara Bali Utara apakah nantinya di timur maupun di barat, pihaknya akan mengawal secara teknis.
Termasuk di dalamnya terkait dengan lingkungan. PT. Angkasa Pura (AP) selaku otoritas yang memiliki kewenangan serta pelaksana soal Bandara, diyakini tak akan melakukan pelanggaran dalam hal pembangunan.
Apabila nantinya penetapan Penlok keluar, tentu harus dibarengi dengan data analisa dan kajian serta aturan. “Saya sih masih ada keyakinan, segala pelanggaran itu tidak mungkin dilakukan. Entah itu di barat atau di timur,” tutur dia.
Hal yang sama juga dilontarkan oleh Ketua Komisi I DPRD Bali, Nyoman Adnyana. Ia mengaku bahwa sangat dilematis apabila pembangunan dihadapkan dengan lingkungan. Menurutnya, dalam hukum lingkungan itu ibarat pisau bermata dua.
Sisi satunya untuk perkembangan dan kemajuan. Sisi lainnya mengorbankan menyangkut tentang lingkungan. “Makanya kami inginkan pembangunan itu yang berwawasan lingkungan. Tetap, tidak mengabaikan tapi memanfaatkan aspek lingkungan,” tegasnya.
Kaitannya dengan Bandara Bali Utara, pihaknya menyebut akan mendukung kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Selama demi kepentingan rakyat. Oleh karenanya, diharapkan kepada semua pihak tetap menjaga kondusifitas, agar pembangunan bisa berjalan lancar.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Bali, I Nyoman Sugawa Korry, menegaskan jika persoalan Penlok merupakan kewenangan Pusat. Jadi, dimana pun nantinya penlok ditetapkan, harus dijalankan. Pemerintah pun akan memperhatikan kepentingan daerah.
Politisi Partai Golkar ini, mengakui jika dalam Perpres Nomor 109 Tahun 2020 disebutkan lokasi Bandara Buleleng di kawasan Bali Utara. Sementara pada Perda RTRW Provinsi Bali disebutkan lokasinya di Kubutambahan. Meski demikian, masyarakat tidak boleh menggiring opini mengenai penlok yang akan ditetapkan.
Soal pembebasan lahan di Desa Sumberklampok, Ketua DPD I Partai Golkar Bali ini menampik dikaitkan dengan pembangunan Bandara Bali Utara. Menurutnya, hal tersebut merupakan persoalan tanah yang dikuasai oleh masyarakat selama bertahun-tahun. “Kuncinya kan penlok, lokasinya di sana (Desa Sumberklampok,red) gak? Ya boleh saja, tapi kalau penloknya tidak di sana bagaimana? Penlok itukan menyangkut pekerjaan teknis,” pungkasnya. (Winatha/balipost)