Beberapa kendaraan melintas di Kuta Square, Badung yang dikenal dengan kawasan wisatawan. Sejak pandemi COVID-19, kondisi kawasan ini sepi karena pariwisata Bali terpuruk. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Perekonomian Bali tumbuh negatif sebesar 9,31 persen di 2020 dibandingkan 2019. Bahkan di triwulan IV, kontraksi perekonomian Bali (yoy) mencapai 12,21 persen sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali yang dirilis Jumat (5/2).

Namun, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali memprediksi perekonomian Bali akan mulai tumbuh positif  pada triwulan II 2021. Dikutip dari Kantor Berita Antara, faktor penentunya adalah pencapaian target vaksinasi dan perkiraan penurunan kasus COVID-19.

“Sementara, perekonomian Bali pada triwulan I-2021, kami perkirakan akan membaik dengan tingkat kontraksi yang mengecil,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho, Sabtu (6/2).

Menurut dia, pada triwulan I 2021, ekonomi Bali masih mengalami kontraksi karena peningkatan kasus COVID-19. Selain itu adanya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) selama Januari dan Februari yang memengaruhi mobilitas penduduk dan aktivitas ekonomi.

Baca juga:  Tanam-Panen Padi di Merauke Untuk Program Swasembada Pangan

“Pertumbuhan positif diperkirakan akan dimulai pada triwulan II 2021, sehingga secara keseluruhan tahun 2021 perekonomian diperkirakan tumbuh positif,” ujarnya.

Optimisme terhadap pertumbuhan positif didukung oleh perkiraan tercapainya target vaksinasi yang disertai dengan menurunnya kasus COVID-19, sehingga mengembalikan aktivitas ekonomi di berbagai sektor, termasuk konsumsi, investasi, serta kinerja fiskal ekspor dan impor. “Sementara itu terkendalinya penanganan COVID-19 menumbuhkan level of confidence bagi wisatawan serta memungkinkan diselenggarakannya strategi wisata travel corridor arrangement (TCA) dan MICE di Bali,” ucapnya.

Trisno menambahkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jika dilihat secara tahunan (yoy), ekonomi Bali pada triwulan IV 2020 mengalami kontraksi minus 12,21 persen (yoy), yang bersumber dari kontraksi hampir seluruh komponen permintaan, kecuali konsumsi pemerintah. Dari sisi lapangan usaha, kontraksi terjadi pada seluruh lapangan usaha utama.

Baca juga:  Gunung Agung Belum Dibuka untuk Pendakian

Secara keseluruhan pada 2020, Bali tumbuh negatif sebesar minus 9,31 persen (yoy), searah dengan perkiraan BI. “Bali merupakan provinsi yang terparah terdampak COVID-19 mengingat 54 persen sumbangan PDB berasal dari sektor pariwisata,” ucapnya.

Meskipun Bali masih mengalami kontraksi, namun pada triwulan IV 2020 telah terjadi tren pemulihan yakni pertumbuhan triwulanan sebesar 0,94 persen (qtq) serta tercermin pada kenaikan nilai produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK) dari Rp 36,39 triliun pada triwulan III menjadi Rp 36,74 triliun pada triwulan IV 2020.

Baca juga:  Perkuat Ekosistem Keuangan Digital, Kolaborasi Semua Pihak Diperlukan

Dari sisi penggunaan, kontraksi tertinggi terjadi pada komponen impor luar negeri (-78,34 persen yoy), ekspor luar negeri (-76,23 persen yoy), investasi (-12,21 persen yoy), dan konsumsi rumah tangga (-3,65 persen yoy). Sementara konsumsi pemerintah masih tumbuh positif 0,17 persen (yoy).

Dari sisi lapangan usaha, hampir seluruhnya mengalami pertumbuhan negatif, dengan kontraksi terdalam pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan (-31,79 persen yoy), akomodasi makan dan minum (-27,52 persen yoy) serta pengadaan listrik air dan gas (-16,49 persen yoy).

“Perbaikan ini tidak lepas dari berlanjutnya penerapan tatanan era kehidupan baru dan peningkatan aktivitas sektor pariwisata di akhir tahun 2020 yang ditopang oleh wisatawan Nusantara,” sebut Trisno. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *