Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar.,M.Hum. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Perjuangan diplomasi Gubernur Bali Wayan Koster dalam melindungi dan memberdayakan warisan tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal Bali ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI telah membuahkan berhasil. Sebanyak 24 Sertifikat Kekayaan Intelektual (KI) warisan tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal Bali telah didapatkan.

Di antaranya, 19 KI Kepemilikan Komunal berupa Ekpresi Budaya Tradisional dan Pengetahuan Tradisional, 1 KI Kepemilikan Personal berupa Hak Paten, dan 4 KI berupa Hak Cipta. Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum. mengapresiasi perjuangan Gubernur Koster yang telah berhasil meraih 24 Sertifikat KI untuk warisan tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal Bali.

Menurutnya, realisasi ini benar-benar cerdas dari implementasi nyata visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”. Sebab, visi ini sangat kental nuansa budayanya, dan memperlihatkan keberpihakan yang sangat kuat terhadap budaya. Apalagi, di setiap arahannya Gubernur Koster secara tegas menyatakan kebudayaan akan dijadikan hulu pembangunan Bali. Bahkan, hal itu sudah dilaksanakan dengan konsekuen. Seperti, penataan Kawasan Besakih, pembangunan Pusat Kebudayaan Bali, pembuatan peraturan daerah (perda) dan peraturan gubernur (pergub) yang menguatkan dan memajukan budaya yang sudah dikerjakan dengan baik. “Saya kira ini upaya sangat cerdas yang belum pernah terpikirkan oleh pemimpin Bali sebelumnya. Sebagai seniman dan akademisi bidang kebudayaan, saya sangat mengapresiasi langkah Bapak Gubernur Koster ini, dan kami akan dukung sekuat tenaga,” ujar Arya Sugiartha, Minggu (7/2).

Baca juga:  Datangi Disnaker Jembrana, Pegawai Perusda Sampaikan 3 Tuntutan

Dengan Sertifikat KI ini, Arya Sugiartha, karya-karya budaya dan senimannya akan mendapat perlindungan secara hukum. Sehingga, suatu produk yang dihasilkan dari kekayaan intelektual menjadi terlindungi dari pemanfaatan yang tidak bertanggung jawab oleh pihak lain. “Payung hukum tersebut menjadi bukti keberpihakan nyata Gubernur Koster dalam memperjuangkan adat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal Bali agar benar-benar dilindungi dan bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.

Baca juga:  Bersama Ketua Komisi I DPR, Gubernur Koster Deklarasikan Peradaban Baru Penyiaran

Budayawan Prof. Dr. I Wayan Dibia, S.ST., M.A. juga mengapresiasi langkah konkret Gubernur Bali yang telah berhasil memperjuangkan dan mendapatkan Sertifikat KI terhadap produk-produk budaya tradisional yang dihasilkan seniman Bali. Dengan diakuinya produk-produk warisan budaya Bali tersebut, maka karya seniman terlindungi secara hukum.

Dengan demikian, hal ini akan merangsang dan mendorong para seniman Bali lainnya segera mendaftarkan karya budaya tradisional mereka untuk mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Kendati demikian, ia menyoroti bahwa seleksi yang dilakukan tim kurang komprehensif.

Sebab, ada karya seni yang belum dikenal mendapatkan Sertifikat KI. Justru karya seni tradisional Bali yang penting malah belum mempunyai HKI, seperti Tari Teruna Jaya, dan lainnya. Oleh karena itu, Guru Besar ISI Denpasar ini berharap ke depan agar produk-produk karya seni tradisional yang didaftrakan HKI-nya benar-benar diseleksi dengan baik. Sehingga, kepemilikan dan bentuknya jelas, serta memiliki prospek yang baik ke depan.

Baca juga:  Sejumlah Pantai Dikabarkan Sudah Dibuka, Ini Penegasan Gubernur Koster

Prospek yang dimaksud, hendaknya dicari kesenian yang benar-benar sangat strategis dan bisa merangsang aktivitas kesenian lainnya untuk mendapatkan HKI. “Saya mengapresiasi langkah Gubernur Bali yang telah berhasil mendapatkan 24 Sertifikat Kekayaan Intelektual produk-produk budaya tradisional Bali. Namun, sepertinya seleksi harus dilakukan lebih komprehensif lagi supaya karya-karya yang penting menjadi skala prioritas untuk mendapatkan HKI. Karena kita tahu di zaman media sosial sekarang ini kita sering dikagetkan dengan klaim bahwa kesenian yang dimiliki si A diklaim oleh orang lain. Kita di Bali tidak ingin warisan budaya lelulur kita diakui oleh orang yang tidak bertanggung jawab,” tegasnya. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *