GIANYAR, BALIPOST.com – Ngakan Ketut Putra selaku Krama Desa Adat Gianyar dan juga Ketua Fraksi Indonesia Raya DPRD Gianyar menyayangkan sikap Bendesa Adat Gianyar, Dewa Made Swardana yang bersurat, meminta perlindungan hukum ke Polda Bali terkait tanah Pasar Umum Gianyar. Hal tersebut dinilai menimbulkan ketidakharmonisan hubungan Krama Desa Adat Gianyar dengan Pemkab Gianyar.
Ia menyampaikan takut jika polemik ini terus diperpanjang, dapat merugikan krama Gianyar. Diapun menilai, apa yang dilakukan Bendesa Gianyar tanpa sepengetahuan krama Desa Adat Gianyar.
“Selaku krama Desa Adat Gianyar saya terkejut membaca surat minta perlindungan hukum itu, kalau ada seperti itu, seharusnya dirembugkan dulu dengan krama,” ucapnya.
Ngakan Putra yang juga mantan Kelian Adat Sampian Kaja, Desa Adat Gianyar ini mengaku baru kali ini memiliki Bendesa yang dinilai tendensius. Dirinya khawatir, demi kepentingan tertentu, justru kondusivitas Desa Adat Gianyar yang dijadikan tumbal. “Urusan tukar guling lahan di sebagian areal Pasar Gianyar, sudah selesai dulu, Bendesa kami sebelumnya yang sudah berganti berulang kali tidak ada yang mempersalahkannya, justru sejak Bendesa Swardana ini yang bikin gaduh,” kritiknya.
Ngakan Putra pun menilai sikap bendesa terlalu mengada-ngada. Sebab, di satu sisi membahasakan ingin penyelesaian secara damai, di sisi lain menyatakan akan menempuh segala upaya hukum. “Kalaupun berharap mediasi, di Polres Gianyar saja sudah cukup, kenapa harus ke Polda Bali, lebih baik melakukan gugatan secara perdata, tapi harus tetap dengan persetujuan krama tentunya,” jelasnya.
Ngakan Putra meminta bendesa menyudahi persoalan ini. Selaku anggota DPRD Gianyar, ia meminta supaya Bendesa Swardana mendukung upaya pemerintah dalam membangun Gianyar. Terlebih lagi, dalam revitalisasi Pasar Umum Gianyar ini, dalam MoU Desa Adat Gianyar sangat diuntungkan. “Kalau bendesa terus bikin gaduh, khawatirnya Pemkab akan mengevaluasi atau menarik sejumlah MoU yang akan merugikan krama,” tegasnya.
Ia meminta Bendesa Dewa Made Swardana agar lebih fokus menangani pandemi COVID-19 di Desa Adat Gianyar. Saat ini Desa Adat Gianyar masuk dalam zona merah. Ngakan Ketut Putra kembali berharap bendesa lebih banyak mengalihkan waktunya pada persoalan pandemi. “Mengaktifkan kembali Satgas gotong royong dalam menanggulangi COVID-19, jauh lebih bermanfaat dari pada bikin kegaduhan yang justru merugikan krama,” tandasnya.
Dihubungi secara terpisah Bendesa Adat Gianyar, Dewa Made Swardana menyampaikan orang bisa ber-statement apapun tapi harus berhati-hati. “Apapun yang kami lakukan itu bukan tindakan Dewa Made Swardana, akan tetapi itu merupakan langkah dari Prajuru Desa Adat. Semua langkah Prejuru berdasarkan Paruman Prajuru Desa Desa Adat Gianyar. Ini tidak main -main,” ucapnya.
Dari semenjak Prajuru Desa Adat Gianyar melangkah sudah dibuka ruang untuk dialog tetapi tidak ada tanggapan. Bahkan Badan Pertanahan sendiri pernah mengundang Prajuru Desa Adat dan Pemda untuk di mediasi. Hanya saja Pemda tidak hadir dan sampai sekarang masih membuka ruang untuk mediasi termasuk dari Polda dimohonkan dengan hormat untuk dapat sebagai mediator. “Karena itu jalan yang terbaik, semua permasalahan kalau mau dibicarakan pasti ada solusinya,” jelas Bendesa Adat Gianyar.
Dewa Made Swardana menegaskan Desa Adat tidak pernah ingin membuat gaduh di desanya sendiri. Prajuru Desa Adat ingin bersinergi dengan semua pihak termasuk dengan Pemda. “Pertanyaannya, Pemda sekarang gimana? Artinya semua arus membuka hati, bersikap dewasa dan mengedepankan aturan yang ada baik dresta, pararem, awig -awig, perda dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tutupnya. (Wirnaya/balipost)