Ari Dwipayana. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Dialog antartokoh agama harus terus diulang-ulang untuk mencari titik temu dan common platform. Tapi dialog seharusnya tidak berhenti di atas mimbar. Dialog harus turun sampai ke akar rumput.

Dialog di akar rumput tidak perlu menghindar untuk mendialogkan isu-isu sensitive. Dialog perlu mendiskusikan isu-isu panas di akar rumput, seperti masalah pendirian tempat ibadah, syiar agama, pernikahan antar agama, konversi agama, dan isu panas lainnya. Sehingga dengan membicarakan titik-titik panas maka akan ditemukan solusi bersama.

Hal itu disampaikan Koordinator Staf Khusus Presiden RI, Dr. AAGN Ari Dwipayana, saat menjadi pembicara dalam Sarasehan Lintas Iman, yang diselengarakan oleh PHDI DIY bersama Panitia Nyepi 2021, dengan tema “Peran Tokoh Agama Melalui Dialog Dalam Menjaga Harmoni dan Menanggulangi Covid-19”, pada Minggu (7/3).

Baca juga:  Umat Hindu Perlu Rumuskan Kembali Strategi Dharma Negara

Dalam rilis yang diterima, Ari melanjutkan, semua harus mau dan mampu melewati model dialog yang bersifat fomalitas, elitis dan seremonial, menjadi dialog-dialog yang sejati. Ari Dwipayana melanjutkan, apabila isu-isu panas dan sensitive tersebut tidak di carikan solusi, akan mudah qdigunakan oleh para entrepreneur politik dan juga kelompok-kelompok radikal yang memainkan isu sensitif tersebut untuk kepentingan politik, ekonomi dan ideologi mereka.

Dialog juga akan kuat jika dilandasi fondasi persaudaraan dan persahabatan antar tokoh-tokoh agama. Hal ini dilakukan oleh para tokoh-tokoh bangsa mulai Gus Dur, Romo Mangun, Bhante Pannavaro, Ibu Gedong Bagoes Oka, TH Sumartana. Mereka bukan semata berdialog tapi juga bersahabat.

Baca juga:  Hindu Ajarkan Semangat Toleransi dan Cinta Tanah Air

Solidaritas Sosial

Menutup pemaparannya, Ari Dwipayana menyampaikan, bahwa pandemi bukan hanya menimbulkanbencana kemanusiaan, tapi juga momentum bangkitnya solidaritas social lintas agama, suku dan ras. Solidaritas ini menjadi modal social kita untuk menyelesaikan masalah-masalah bersama yang lain, seperti climate change, kebodohan, kemiskinan, keterbelakanan, dan lainnya, tutupnya.

Ari juga menyampaikan, perayaan Nyepi sebagai momentum umat Hindu melakukan refleksi diri, mulat sarira, menuju kehidupan baru. Kehidupan yang saling menghormati, menghargai dan menjaga sesama ciptaan Tuhan. Hal itu dilakukan di masa pandemi ini, dengan membatasi interaksi, menghindari kerumunan atau mengurangi mobilitas .

Baca juga:  Nyepi di Era Pandemi, Momentum Bangkit dengan Semangat Baru

Jadi saat banyak negara harus melakukan lockdown karena Covid-19, umat Hindu, khususnya di Bali sudah memiliki konsep lockdown yang dilakukan secara rutin sekali dalam setahun. Menjalankan catur brata penyepian, yang boleh dikatakan mirip dengan konsep “lockdown”.

Selain Ari Dwipayana, Sarasehan Lintas Iman ini juga menghadirkan pembicara lain, seperti KH.Abdul Muhaimin (Tokoh Islam FPUB DIY), Romo Martinus Joko Lelono (Tokoh Katholik DIY), Timothy Apriyanto (Tokoh Kristen FPUB DIY), Ki Demang Wangsayfudin (Tokoh Kepercayaan Sunda Wiwitan), RM Dr. Effendi Tanumihardja (Tokoh Budha FPUB DIY), dengan Keynote Speaker Prof Dr Phil Al Makin, S.Ag.,MA, Rektor UIN Sunan Kalijaga. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *