Tangkapan layar Gubernur Koster sedang memaparkan strategi kebencanaan Bali, Rabu (10/3). (BP/win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali Wayan Koster menjadi salah satu narasumber Rakornas Penanggulangan Bencana (PB) Tahun 2021. Koster hadir secara virtual dari Rumah Jabatan Gubernur, Jayasabha, Denpasar, Rabu (10/3).

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Koster mengatakan bahwa, dari sisi geografis Bali memiliki 2 gunung berapi yang aktif, yaitu Gunung Agung dan Batur. Pada 2017, Gunung Agung di Karangasem mengalami erupsi yang mengakibatkan permasalahan di masyarakat, dan mengganggu kepariwisataan di Bali.

Selain itu, Bali juga berhadapan dengan zona megathrust segmen Sumba yang memiliki potensi gempa dan tsunami dengan magnitudo bisa mencapai 8,5 SR. Di samping itu, Bali juga berada di 2 patahan, yaitu patahan belakang (kerawanan dari utara) dan subduksi lempeng (kerawan dari selatan) yang bersumber dari Selatan Lempeng Indonesia-Australia menyusup ke bawah Lempeng Asia secara relatif.

Baca juga:  Dari Dukung Langkah PHDI Pusat hingga Bali Sudah Mayoritas Zona Kuning COVID-19

Sehingga, zona pertumbuhan terjadi di Samudera Hindia Selatan Bali yang menimbulkan kerawanan bencana bagi wilayah Bali. “Karena itu, kami mengembangkan sistem kebencanaan, penanganan bencana di Provinsi Bali sesuai dengan visi pembangunan daerah Bali ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, yaitu menjaga keharmonisan alam Bali beserta isinya untuk mewujudkan kehidupan krama dan gumi Bali yang sejahtera dan bahagia, yang meliputi tiga aspek utama, yaitu alam, manusia dan kebudayaan,” tegas Gubernur Koster.

Dalam antisipasi dini terhadap bencana tsunami, ia menjelaskan dipasang sejumlah sirine di titik-titik wilayah berpotensi tsunami di Bali. Tidak hanya itu, latihan simulasi juga rutin dilakukan yang berkaitan dengan penanganan bencana setiap tanggal 26.

Baca juga:  Dari Mahasabha XII PHDI Ditutup hingga Bawa Kabur Motor Temannya

Ia pun menyebut Bali memiliki kearifan lokal dalam penanganan bencana. “Bali sendiri juga memiliki kearifan lokal. Kalau terjadi bencana, krama desa adat akan membunyikan kentongannya, yaitu yang dinamakan dengan Kulkul yang merupakan peringatan dini secara tradisional di Bali di dalam menggerakkan masyarakat agar segera bertindak cepat secara bersama-sama dan bergotong royong,” ujarnya.

Ini, juga yang diterapkan dalam penanganan COVID-19. “Seperti yang kami alami sekarang, yaitu bencana non alam pandemi COVID-19,” ujar Gubernur asal Desa Sembiran, Buleleng ini.

Baca juga:  21 Tahun Peringatan Bom Bali, Korban Dambakan Taman Perdamaian

Sebagai destinasi pariwisata, dikatakan di setiap hotel dan restoran, rumah sakit serta museum disyaratkan melaksanakan kesiapsiagaan bencana. Hal ini dilakukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada para wisatawan.

Bahkan, persyaratan ini akan diterapkan di seluruh destinasi wisata di Bali, sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan ke Bali.

Rakornas PB Tahun 2021 ini mengusung Tema “Tangguh Hadapi Bencana”. Rakornas PB hari ke-5 ini membahas tentang tata kelola, desentralisasi dan penganggaran dalam perspektif dan implementasi. Pada kesempatan ini, BNPB juga memberikan penganugerahan penghargaan pentaheliks penanggulangan bencana. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *