DENPASAR, BALIPOST.com – Ketahanan pangan masyarakat Bali dapat dimulai dari rumah tangga. Sebab, ketersediaan bahan pangan dari rumah tangga tak cuma menurunkan ketergantungan terhadap pasokan dari luar Bali tapi juga menjadikan lahan terbengkalai menjadi produktif.
Menurut Kepala Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ir. Nyoman Suarta, M.Si., belum lama ini, pihaknya banyak membentuk Pekarangan Pangan Lestari (P2L) untuk menyediakan bahan pangan di rumah tangga. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga sehingga ketahanan pangan masyarakat semakin kuat.
Ia menargetkan 430 P2L terbentuk hingga 2023. Upaya yang dilakukan sejak 2017 ini, telah berhasil membentuk 236 unit P2L.
Ia berencana agar setiap desa yaitu sebanyak 716 desa memiliki kelompok P2L agar hasil dari unit tersebut dapat dibagikan kepada masyarakat di desa untuk menjaga ketahanan pangan rumah tangganya. “Target kita 60 persen dulu dari 716 desa memiliki P2L ini, setidaknya angka tersebut moderat dapat dicapai,” jelasnya.
Menurutnya, P2L selain memperkuat ketahanan pangan rumah tangga juga ada dampak ikutan lain. Yaitu pekarangan rumah dapat termanfaatkan dengan baik serta lebih bersih. “Kalau P2L massif dilakukan seluruh Bali, saya yakin Demam Berdarah (DB) tidak ada, lingkungan terjaga dan asupan gizi terpenuhi,” ujarnya.
Pembentukan P2L menyasar kelompok masyarakat yang telah menyiapkan lahan dalam pengembangan tanaman pangan. Kelompok inilah yang nantinya akan membawa ke masing-masing rumah tangga mereka. “Setelah mereka mendapat pelatihan dan bantuan bibit serta pendanaan, hasilnya bisa dibawa ke masing-masing rumah tangga. Misalnya hasil dari pengembangan bibit, bisa dibagikan ke rumah tangga di desa itu,” jelasnya.
Khusus tahun 2021, bantuan yang diberikan oleh pemerintah diarahkan untuk pertanaman sayuran atau hortikultura. Sebab, bahan tersebut lebih cepat menghasilkan. “Kalau mereka menanam kopi atau pertanaman keras lainnya, hasilnya kan baru terlihat beberapa tahun kemudian,” ujarnya.
Ia mengklaim upaya ini bermanfaat bagi masyarakat karena memanfaatkan lahan terbengkalai menjadi produktif. Dari 236 unit yang per unitnya terdiri dari 20-30 orang, ada 7.080 orang yang terbantu. “Jika 7.080 ini memiliki 4 anggota keluarga, berarti sebanyak 28.320 orang terbantu dari sisi pangannya,” ujarnya.
Terbentuknya kelompok ini, juga secara tidak langsung mempengaruhi psikologi masyarakat. Misalnya, ketika harga cabai naik, tidak terlalu membuat masyarakat kaget karena mereka telah memiliki sumber di pekarangan rumah untuk dikonsumsi sendiri.
Selain itu, pengolahan minimal dari cabai telah banyak dilakukan sehingga masyarakat perlahan mulai beralih menggunakan cabai olahan. Ketahanan pangan masyarakat Bali juga dinilai terjamin saat ini karena berkurangnya wisatawan yang datang dan pekerja dari luar Bali. (Citta Maya/balipost)