Oleh Ida Ayu Candrawati, SST
Berbicara tentang adat budaya yang ada di Bali, tidak terlepas dari peran para leluhur dan keturunan masyarakat Bali yang sampai saat ini tetap konsisten menjaga keberlangsungan adat dan budaya tersebut. Adat budaya Bali dimata para wisatawan merupakan objek wisata yang sungguh menarik namun di balik itu ada tanggungjawab generasi penerus Bali sebagai penentu keberlangsungan adat dan budaya Bali kedepannya.
Generasi penerus Bali sedari kecil sudah dikenalkan dengan adat budaya Bali, upacara sejak seorang bayi baru lahir hingga upacara kematian merupakan salah satu adat budaya yang masih dilestarikan masyarakat Bali sampai saat ini. Memegang teguh tradisi adat dan budaya sampai saat ini bukanlah hal yang mudah, perlu adanya konsistensi dan tentunya keiklasan dari masyakarat Bali dalam menjalankan adat budaya yang dipercaya memiliki nilai luhur dan religius.
Membahas mengenai adat budaya Bali, peran serta perempuan Bali dalam andil melestarikan adat budaya Bali sampai saat ini adalah hal yang sangat luar biasa. Kewajiban perempuan Bali lebih beragam jika dibandingkan dengan perempuan lainnya di Indonesia karena selain berkewajiban dalam urusan rumah tangga dan mendidik anak, perempuan Bali memiliki kewajiban untuk menjalankan adat budaya warisan leluhur yang tentunya tidak mudah jika dijalankan bersamaan dengan tanggung jawab perempuan Bali dalam memberikan kontribusi secara ekonomi kepada keluarganya.
Tuntutan jaman saat ini membuat banyak perempuan Bali berkontribusi terhadap ekonomi keluarga, perempuan Bali memilih untuk berada pada posisi peran ganda tanpa melupakan kewajiban sebagai perempuan Bali salah satunya kewajiban menjalankan adat budaya Bali. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat 46,16 persen penduduk Bali (usia 15+) berstatus bekerja berjenis kelamin perempuan, hal ini menunjukkan bahwa perempuan Bali memiliki andil yang cukup besar dalam perekonomian Bali.
Nona A.A Rai pada kongres II Bali Darma Laksana tahun 1938 di Denpasar menyerukan bahwa perempuan “jangan dianggap barang tak berguna”. Beliau mengungkapkan suatu fakta bahwa wacana tentang emansipasi perempuan telah mulai bangkit dan kesadaran kaum perempuan Bali telah mulai tumbuh untuk dapat mensejajarkan diri dengan kaum laki-laki dimana saat itu peran perempuan Bali dalam rumah tangga lebih dominan dari tugasnya dalam ruang publik.
Penelitian yang dilakukan Sang Ayu Putu Sriasih yang berjudul “Perempuan Bali dalam Aktivitas Ritual : Terhimpit antara Peran Domestik dan Peran Publik: Kasus di Desa Adat Temesi, Gianyar, Bali” mengemukakan hasil bahwa perempuan Bali melaksanakan aktivitas ritual dengan senang hati dimana peran perempuan Bali dalam aktivitas ritual sangatlah kompleks, selain itu perempuan Bali terbiasa mampu mengharmoniskan antara peran domestik dan peran publik dengan keahlian mengatur waktu, tenaga, keuangan dan lainnya sehingga kewajiban ritual menjadi sebuah kewajiban hidup yang dilakukan dengan tulus iklas.
Melihat besarnya peran perempuan Bali terhadap keberlangsungan adat budaya Bali diharapkan dapat diimbangi dengan apresiasi terhadap perempuan Bali. Budaya Patriaki yang masih berlaku di Bali kadang menempatkan perempuan Bali tidak dalam posisi prioritas, namun hebatnya perempuan Bali sampai saat ini dapat menunjukkan konsistensinya baik dalam perannya sebagai ibu dan istri, sekaligus ikut berkontribusi dalam ekonomi keluarga ditengah kewajiban dalam adat budaya Bali.
Pemberdayaan perempuan Bali saat ini sangat diperlukan dalam memperkaya dan memperkuat adat budaya Bali, perempuan Bali merupakan salah satu aset kearifan lokal Bali yang akan terus berkembang melahirkan generasi penerus Bali. Pemberdayaan perempuan Bali menentukan kualitas adat budaya Bali kedepannya maka dari itu peningkatan akan pengetahuan adat budaya Bali, hak dalam mendapatkan pendidikan terbaik dan hak dasar sebagai seorang perempuan diperlukan perempuan Bali saat ini.
Perempuan Bali masa kini merupakan para pejuang kearifan lokal Bali di tengah kemajuan jaman yang terkadang dapat membuat perempuan Bali terbuai untuk lebih memilih mendapatkan haknya dibandingkan menjalankan kewajibannya. Perempuan Bali masa kini dituntut untuk tetap iklas menjalankan adat budaya ditengah impiannya menjadi perempuan sukses berkarir diranah publik.
Kedepannya terdapat tantangan besar yang dihadapi perempuan Bali dalam mendidik generasi penerus Bali untuk tetap melestarikan adat budaya Bali. Hasil Sensus Penduduk (SP) 2020 mencatat mayoritas penduduk Bali didominasi oleh Generasi Z sebesar 26,10 persen dari total penduduk Bali. Generasi Z yang saat ini berusia 0-7 tahun merupakan generasi penerus adat budaya Bali kedepannya, sehingga ada tugas besar perempuan Bali untuk dapat mendidik Generasi Z memaknai kearifan lokal Bali sehingga adat budaya Bali tetap lestari ditengah pesatnya kemajuan jaman saat ini.
Penulis Statistisi pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali