Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong (kanan sedang berbicara), Wakil Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umroh dan Haji (Himpuh), Muharom Ahmad (tengah) dan Pengamat Haji dan Umroh, M Subarkah dalam diskusi 'Revisi UU Haji dan Umroh Solusi Tertibkan Jamaah Haji Ilegal?'di Gedung DPR, Selasa (15/8). (BP/har)
JAKARTA, BALIPOST.com – Ketua Komisi VIII DPR, Ali Taher Parasong menegaskan kasus penipuan jemaah umroh dan haji tidak lagi terulang. Dia meminta pemerintah membereskan karut marut penyelenggaraan umroh sebab masih banyak penyelenggara umroh dan haji nakal yang hanya bertujuan untuk menipu masyarakat.

“Pergi umroh itu jangan diperjualbelikan dengan alasan apapun, karena orang pergi umroh itu inginnya beribaah dengan khusus, nyaman untuk mendapatkan kehidupan lebih baik, ketenangan batin yang cukup. Oleh karena itu jangan sampai ada penipuan atas nama apapun,” kata Ali Taher dalam diskusi ‘Revisi UU Haji dan Umroh Solusi Tertibkan Jamaah Haji Ilegal?’ di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (15/8).

Seperti diketahui, First Travel menawarkan harga pemberangkatan umrah yang lebih murah dari agen travel lainnya. Pembeli tergiur dan memesan paket umrah. Namun, hingga batas waktu yang dijanjikan, calon jemaah tak kunjung berangkat. Perusahaan itu kemudian dianggap menipu calon jemaah yang ingin melaksanakan umrah.

Baca juga:  7.437 Nasabah Pegadaian Ajukan Restrukturisasi

Ali Taher mengungkapkan kasus penyelenggara umroh dan haji nakal, bukan hanya dilakukan First Travel. Sedikitnya, ada sekitar 10 sampai 15 penyelenggara umroh dan haji nakal seperti First Travel. “Setelah saya menerima tugas di Komisi VIII DPR, itu yang saya teriakan lebih awal, bahwa kasus ini bukan hanya First Travel, tetapi kurang lebihnya ada 10 sampai 15 penyelenggara umroh dan haji ada yang nakal,” ujarnya.

Menurut Ali Taher, kasus First Travel tidak perlu terjadi jika regulasi mengatur jaminan uang swasta penyelenggara haji-umroh oleh Kemenag & Otoritas Jasa Keuangan. Juga, penginapan hotel di Arab Saudi tidak perlu mengikuti inflasi harga kekinian manakala pemerintah Cq Kemenag membuat kontrak sewa selama 10 tahun ke depan yang diperpanjang dengan pemilik penginapan atau hotel bersangkutan. “Saya sudah melihat alat bukti yang cukup bahwa dia penipu, sejak awal dan saya suara kan pada saat rapat kerja dengan menteri dan dirjen saya sampaikan segera di cabut izinnya, izin rekomendasi dari menteri agama dan izin travelnya dari Kementerian Pariwisata,” katanya.

Baca juga:  Dilantik, Presiden Minta Gubernur NTB Langsung Kerja

Wakil Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Haji & Umroh, Muharom Ahmad menyatakan kasus First Travel merupakan fenomena kelemahan regulasi yang mengantisipasi modus operandi penipuan. “Instansi bersangkutan seperti Kementerian Agama dalam kasus First Travel sebenarnya telah tahu betul dan lama modus penipuan seperti itu tetapi kesulitan menjangkaunya lantaran ketiadaan payung hukum,” kata Muharom.

Dihentikan dan dicabutnya First Travel, justru setelah Kementerian Agama (Kemenag) bergabung menjadi bagian tim Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi bentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). First Travel pun dicabut ijinnya bersamaan dihentikannya operasional serta diproses hukum oleh kepolisian dengan menyegel aset-aset biro perjalanan penyelenggara haji-umroh tersebut.

Baca juga:  Survei BI, Indeks Keyakinan Konsumen Terus Menguat

Bagi Muharom Ahmad, modus operandi serupa First Travel juga dilakukan untuk mendapatkan rumah dengan cicilan Rp 6,5 juta dimana seseorang bisa gratis membayar cicilan pertama setelah berhasil merekrut setiap kelipatan enam (6) orang calon konsumen lain. Sebelumnya juga lewat Koperasi Langit Biru di Tangerang Selatan dan investasi Pandawa di Depok, yang keduanya diproses hukum. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *