TABANAN, BALIPOST.com – Masa pandemi Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi para guru untuk tetap memberikan pembelajaran terbaik bagi anak didiknya. Bahkan saat proses pembelajaran tatap muka ditiadakan sejak mewabahnya Covid-19, guru harus proaktif melakukan pembelajaran daring/ jarak jauh. Meski tak dipungkiri, nilai utama dari proses pembelajaran terpenting adalah interaksi sosial dan tidak bisa digantikan dengan teknologi, namun hal itu tetap harus dilakukan untuk mencegah tidak muncul klaster baru di sektor pendidikan.
Ditengah tantangan yang dihadapai para tenaga pendidik tersebut, persoalan kekurangan guru khususnya di jenjang SD rupanya masih menjadi PR bagi Dinas Pendidikan Tabanan. Dari data sebelumnya jumlah guru SD sebanyak 1.437 berstatus PNS dan 579 kontrak. Sementara guru SMP sebanyak 991 PNS dan kontrak 432. “Kalau untuk SD jika dibandingkan jumlah guru dengan sekolah, memang ada kekurangan guru baik guru kelas, penjas dan agama. Sementara untuk SMP, saya rasa jumlah guru sudah memadai namun perlu di re-distribusi tentang pemerataan penempatan guru guru di satuan pendidikan,”terang Kepala Dinas Pendidikan Tabanan I Nyoman Putra, belum lama ini.
Terkait kekurangan guru khususnya jenjang SD, Nyoman Putra mengatakan selain sudah diperbantukan dengan pengangkatan guru honor, pihaknya akan mencoba melakukan regrouping dengan skala besar di tahun 2021. “Tahun ini ada sekitar 18 sekolah dasar (SD) yang diregrouping jadi 9 SD. Dan di tahun 2020 lalu kami sudah regrouping 12 SD jadi 6 SD,” jelasnya.
Pertimbangan regrouping di jenjang sekolah dasar diantaranya minimnya jumlah siswa pada sekolah tersebut yang dari tahun ke tahun jumlah siswanya dibawah 60 orang. Serta faktor jumlah guru atau tenaga pendidikan yang juga sedikit. “Untuk apa sekolah banyak tapi kekurangan jumlah siswa dan guru. Lebih baik dalam satu desa lengkap jumlah guru dan standar jumlah siswanya. Sehingga mutu standar pendidikan berjalan dan efetivitas belajar,” ungkap Putra.
Selain itu, regrouping sekolah juga upaya mengurai pemerataan jumlah guru, dimana di Tabanan sendiri masih kekurangan tenaga pendidik. Namun yang paling penting meregouping sekolah sebagai antisipasi sekolah tersebut agar tidak nantinya kehilangan dana bantuan operasiona sekolah (BOS).
“Kalau tiga tahun berturut-turut jumlah siswa kurang dari 60 orang, berpotensi tidak dibayarkan dana bos. Kecuali secara geografis sekolah tersebut tidak dapat dilakukan penggabungan (regrouping) karena sekolah ada pada daerah 3T (terluar, tertinggal dan terbelakang),” jelasnya.
Dan saat ini pihaknya masih mendata beberapa sekolah dasar yang akan digabungkan (regrouping) dari 133 desa yang ada di Tabanan. Proses penggabungan memerlukan tahapan panjang dan melibatkan banyak pihak. Karena dalam regrouping semua digabungkan, mulai dari siswa hingga guru-guru. Termasuk aset-aset pun juga ikut digabungkan. (Puspawati/Balipost)