Warga Asahduren mengolah daging kerbau yang sudah dipotong. (BP/olo)

NEGARA, BALIPOST.com – Tradisi “tampah kebo” (memotong kerbau) menjelang Galungan di Desa Asahduren, Kecamatan Pekutatan, Jembrana tetap dijalankan meskipun dalam kondisi pandemi COVID-19. Tradisi turun temurun itu tetap dijalankan masyarakat, kendatipun saat ini daya beli masih menurun.

Untuk Galungan kali ini, jumlah kerbau yang di tampah berkurang jauh, dibandingkan tahun-tahun sebelum pandemi. “Dari pantauan, ada lima kebo yang ditampah tadi pagi. Berkurang dibandingkan tahun sebelum COVID-19 yang mencapai puluhan ekor,” ujar Bendesa Asahduren, I Kadek Suentra, Senin (12/4).

Baca juga:  Di Negara, Calon Bupati Jalur Independen Wajib Kantongi 25 Ribu Dukungan

Ia mengatakan tradisi ini tidak boleh dihentikan dan terus dilestarikan masyarakat meskipun saat ini kondisi perekonomian sedang menurun. Hasil bumi yang diandalkan masyarakat, seperti cengkeh harganya sejak dua tahun ini, merosot jauh dari harapan.

Ditambah lagi daya beli masyarakat secara umum menurun dampak dari pandemi yang sudah terjadi satu tahun lebih. “Ada dampaknya, berkurang memang untuk jumlah kebo yang dipotong. Tapi tetap kita jalankan tradisi ini. Dari nampah ini banyak yang bisa dipetik, terutama makna gotong royong dan kebersamaan. Krama yang dari luar juga berbaur bersama,” kata Suentra.

Baca juga:  Jelang Galungan, Tiga Harga Komoditas Ini Berisiko Naik

Dalam pelaksanaan tradisi tampah kebo, masyarakat membentuk kelompok-kelompok berjumlah antara 25 hingga 30 orang. Kerbau ini dibeli dari luar desa dan masing- masing orang mepatung berkisar Rp 1 juta untuk satu ekor kerbau.

Ada beberapa anggota kelompok yang sejak awal menabung tiap bulan. Dan ketika Galungan, tabungan tetap itu dipotong untuk digunakan mepatung. Sisanya untuk keperluan lain.

Tradisi ini bermula dari para pendahulu yang tidak menggunakan sarana persembahan daging babi di beberapa Pura di Asahduren. Daging bisa diganti dengan Ayam atau Kerbau.

Baca juga:  Tengkorak dan Tulang Belulang Ditemukan di Hutan Cekik

Dari sana tradisi itu turun temurun hingga di perayaan Galungan. Proses pemotongan dilakukan pada dini hari setelah pukul 00.00 WITA hingga pagi melibatkan anak muda.

Sejak Kerbau datang hingga waktu pemotongan, warga sudah turun berkumpul menunggu di sekitar tempat penampahan. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *