RIAU, BALIPOST.com – Sudah pernah lihat balapan perahu berukuran sangat panjang? Perahu terbuat dari kayu pohon berukuran 25 sampai 40 meter, sangat panjang , jumlah pendayung bisa 50 sampai 60 setiap perahu? Lomba ini diikuti oleh ratusan perahu dan melibatkan ribuan atlet dayung!
Dahsyat dan seru! Lingkari tanggal mainnya, luangkan waktu untuk menikmati festival yang hanya bisa disaksikan di Provinsi Riau itu. Ya, namanya: Festival Pacu Jalur, digelar 23-26 Agustus 2017, di Tepian Narosa Teluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi, Kepulauan Riau.
“Festival Pacu Jalur tidak hanya sekadar perlombaan, tetapi merupakan budaya kebanggaan masyarakat Provinsi Riau, khususnya masyarakat Kuantan Singingi. Festival ini berupa kompetisi mendayung di sungai dengan menggunakan sebuah perahu panjang yang terbuat dari kayu pohon. Ini perpaduan antara unsur olahraga, seni dan olah batin,” kata Bupati Kuantan Singingi, Drs H Mursini.
Kenapa harus rayon? Mursini menambahkan, Peminat lomba pacu jalur ini semakin tahun menjadi sangat besar, peserta membeludak, bisa ribuan perahu, untuk itu harus dibagi per rayon, dan pelaksanaan iven pacu jalur tradisional tahun ini, baik pacu jalur rayon, pacu jalur mini maupun iven pacu jalur tingkat nasional ini dituangkan dalam Surat Keputusan Bupati Kuantan Singingi Nomor Kpts 126/V/2017 tertanggal 30 Mei 2017.
Untuk tingkat rayon, pelaksanaannya sydah dilakukan sejak awal Juli. “Terbagi dalam 4 rayon, 4 kecamatan, telah dilaksanakan dari 6 hingga 29 juli, selanjutnya, rangkaian pelaksanaan pacu jalur iven nasional untuk pacu jalur mini tradisional dihelat di Tepian Narosa Telukkuantan, 19-21 Agustus dan pacu jalur tradisional dihelat di Tepian Narosa Telukkuantan, 23-26 Agustus,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Parbud) Kuansing, Marwan SPd MM.
Peserta terbaik setiap rayon akan bergemu di Festival Pacu Jalur tardisional yang beranggotakan laki-laki dengan usia 15 sampai 40 tahun. Jumlah pendayung perahu sekitar 50 sampai 60 orang.
Kenapa jumlah pendayung berbeda-beda? Ini disesuaikan dengan panjang perahu. Tidak ada perbedaan kelas, jumlah antar tim tidak sama , bisa satu perahu 50 orang atau 60 orang. Ini uniknya, pendayung banyak belum tentu menang, karena menurut mitos yang ada di sana, kemenangan itu ditentukan dari kekuatan magis yang terdapat pada kayu perahu serta kesaktian sang pawang dalam mengendalikan perahu.
Dari 50 atau 60 pendayung, ada anggota tim disebut ‘anak pacu’ dengan beberapa tugas masing-masing dan sebutannya, seperti ‘tukang kayu’, ‘tukang concang’ yang menjadi komandan atau pemberi aba-aba, dan ‘tukang pinggang’ yang menjadi juru mudi.
Ada juga ‘tukang onjai’ yang bertugas memberi irama di bagian kemudi dengan cara menggoyang-goyangkan badannya, dan ‘tukang tari’ yang membantu ‘tukang onjai’ dalam memberi tekanan agar seimbang, agar perahu dapat berjungkat-jungkit secara teratur dan berirama.
Perlombaan Pacu Jalur menggunakan sistem gugur, sehingga peserta yang sudah kalah di awal tidak boleh ikut bermain lagi. Sedangkan pemenang-pemenangnya akan diadu kembali untuk mendapatkan pemenang utama.
Keunikan lain , di bibir sungai terlihat sebuah meriam. Untuk apa ? Festival akan dimulai dengan bunyi menggelegar meriam, sebuah tanda yang unik untuk memulai suatu perlombaan.
Kenapa harus menggunakan meriam dan bukan peluit saja? Karena jika menggunakan peluit, suaranya tidak akan dapat terdengar oleh semua peserta lomba. Ini disebabkan luasnya arena lomba dan keramaian ratusan ribu penonton yang menyaksikan perlombaan sepanjang sungai.
Saat dentuman meriam pertama kali, perahu-perahu yang telah ditentukan urutannya akan berjejer di garis start. Pada dentuman kedua, para peserta berada dalam posisi siap untuk mengayuh dayung. Dan pada saat wasit membunyikan meriam untuk yang ketiga kalinya, perlombaan pacu jalur pun dimulai. Semua tim akan mengerahkan seluruh tenaga dan kemampuannya untuk bisa mencapai garis finish.
Sebelum acara puncak Festival Pacu Jalur dimulai, semua penonton akan dihibur dengan penampilan tari-tarian serta nyanyian daerah.
Bagi Menpar Arief Yahya, Provinsi Riau memang sedang giat membangun atraksi. Berbagai event seperti festival budaya Pacu Jalur ini diseriusi dan dipromosikan besar-besaran.
Inilah cara terbaik yang bisa mendatangkan ratusan ribu wisatawan, selain Festival Bakar Tongkang, di Bagan Siapiapi. Sebuah tradisi yang telah berjalan seabad lebih, dan selalu mengundang banyak wisatawan termasuk wisman dari etnis Tionghoa yang mencapai 30 ribu wisman.
Potensi ini tinggal ditingkatkan dengan strategi pemasaran dan promosinya yang mengacu pada strategi yang dijalankan oleh Kemenpar dengan pendekatan DOT (Destination, Origin, dan Time) serta BAS (Branding/PR-ing, Advertising, dan Selling).
Rumus Menpar Arief dalam mengembangkan destinasi itu selalu 3A, Atraksi, Akses, Amenitas. Ketiga komponen itu harus komplit, jika ingin sustainable.
“Perhatikan tiga hal itu, maka Riau akan semakin berkualitas dan memiliki daya saing tinggi. Riau harus berani benchmark, menentukan siapa rival atau lawan tandingnya? Daerah mana yang cocok dijadikan lawan? Untuk maju, harus ada rival, sehingga ada ukuran sukses, yakni mengalahkan rivalnya iu,” kata Arief Yahya. (kmb/balipost)