TOKYO, BALIPOST.com – Tiga bulan menjelang Olimpiade 2021, kasus COVID-19 di Jepang belum juga mereda. Bahkan, Pemerintah Jepang sedang mempertimbangkan untuk memberlakukan status keadaan darurat di dua kota besarnya.
Dikutip dari Kantor Berita Antara, Tokyo dan Osaka saat ini mengalami jumlah kasus baru COVID-19 yang melonjak sehingga Jepang mempertimbangkan diberlakukannya lagi status darurat. Itu merupakan sebuah langkah yang akan memungkinkan kota-kota besar di Jepang untuk memberlakukan pembatasan sosial dalam upaya menghentikan penyebaran infeksi virus corona.
Menurut laporan beberapa media lokal, dengan ribuan kasus baru COVID yang dihasilkan dari jenis virus yang sangat menular, pemerintah Jepang diperkirakan akan mengumumkan keadaan darurat pekan ini. Yaitu di Ibukota Tokyo dan kota terbesar kedua di Jepang, Osaka, serta prefektur tetangganya, Hyogo.
Jepang sejauh ini telah menghindari jenis penyebaran eksplosif dari pandemi yang telah melanda banyak negara Barat. Total kasus sejauh ini sekitar 540.000 dan korban meninggal sebanyak 9.707 jiwa.
Namun, peningkatan kasus infeksi terbaru telah memicu kekhawatiran. Lonjakan kasus COVID terjadi hanya tiga bulan sebelum dimulainya Olimpiade Tokyo yang direncanakan dan di tengah peluncuran program vaksinasi yang lambat.
Gubernur Tokyo Yuriko Koike sedang mempersiapkan untuk meminta periode keadaan darurat diumumkan dari 29 April hingga 9 Mei. Mencakup periode liburan tahunan Jepang ‘Golden Week’, menurut laporan surat kabar Mainichi.
Osaka, yang menjadi episentrum gelombang keempat pandemi COVID di Jepang, meminta status keadaan darurat baru pada Selasa. Pemerintah setempat juga berusaha membatalkan atau menunda semua acara besar untuk membatasi pergerakan orang.
Langkah-langkah kuasi darurat sudah diberlakukan di 10 dari 47 prefektur Jepang, termasuk wilayah Tokyo dan Osaka. Pengumuman baru status darurat oleh pemerintah akan menandai keadaan darurat penuh ketiga di Jepang sejak epidemi COVID-19 dimulai.
Total kerugian ekonomi dari keadaan darurat baru di tiga wilayah akan menjadi 1,156 triliun yen (sekitar Rp 155,86 triliun), kata Institut Riset Nomura dalam sebuah laporan.
Pada Rabu (21/4), juru bicara utama pemerintah Jepang, Katsunobu Kato, mengulangi sikap pemerintah bahwa mereka akan mempertimbangkan setiap permintaan untuk pengumuman keadaan darurat “dengan cepat”. Namun, Kato tidak memberi keterangan rinci tentang kerangka waktu.
Sementara perusahaan farmasi Pfizer Inc April tahun ini akan menandatangani kontrak untuk memasok tambahan 50 juta dosis vaksin COVID ke Jepang pada September, menurut laporan surat kabar Nikkei.
Perdana Menteri Yoshihide Suga selama kunjungan ke Amerika Serikat sedang dalam pembicaraan dengan CEO Pfizer pada Sabtu (17/4) untuk mendapatkan lebih banyak vaksin.
Seiring dengan kontrak yang ada antara Jepang dengan Pfizer dan Moderna Inc, yang vaksin COVID-19nya sedang ditinjau oleh regulator domestik, jumlah itu akan cukup untuk semua populasi orang dewasa Jepang.
Juru bicara pemerintah Jepang Katsunobu Kato menolak berkomentar tentang jumlah dosis tambahan dari Pfizer. Selain itu, pihak perusahaan farmasi tersebut pun tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters. (kmb/balipost)