JAKARTA, BALIPOST.com – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk membatalkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (CK). Hal itu disampaikan puluhan buruh gabungan dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI).
“Hari ini kita tolak Undang-Undang Cipta Kerja tentang proses pembentukannya. Undang-undang ini secara proses pembentukannya, cacat hukum,” kata Sekretaris Jenderal KSPI Ramidi Abdul Majid dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (21/4).
Buruh pun melakukan unjuk rasa dimulai di titik kumpul Pintu Monas yang berseberangan dengan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Gambir, Jakarta Pusat. Unjuk rasa juga dilakukan bertepatan dengan sidang pertama uji formil UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi pada Rabu sekitar pukul 11.00 WIB.
Ramidi menilai dalam tahapan pembentukan undang-undang, seharusnya dilakukan proses perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan. Menurut dia, dalam tahap perencanaan, UU Cipta Kerja tidak memenuhi syarat karena tidak ada alasan untuk dibuatnya undang-undang tersebut, baik dalam amanah Undang-Undang Dasar 1945, maupun Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau TAP MPR.
Kemudian, UU Cipta Kerja juga disahkan di waktu yang janggal, yakni pada malam hari, ketika umumnya masyarakat beristirahat. Saat ini, UU Cipta Kerja telah memasuki uji materil ketiga kali, sedangkan uji formil baru dimulai. “Uji materil sudah masuk ke tahap tiga. Uji formil baru mau masuk sidang pertama. Perjuangan kita masih panjang,” kata Ramidi.
Selain pembatalan UU Cipta Kerja, puluhan buruh juga menuntut diberlakukannya upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) pada tahun ini. Hal itu mengingat UU Cipta Kerja menghapus ketentuan UMSK yang sebelumnya ada di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 89. Buruh juga meminta agar Tunjangan Hari Raya (THR) tahun ini dibayar secara penuh, bukan dengan cara dicicil. (kmb/balipost)