BANJARMASIN, BALIPOST.com – Ledakan kasus COVID-19 di India membuat sejumlah negara, termasuk Indonesia, membatasi masuknya orang dari negara itu. Kondisi di India ini dikhawatirkan bisa terjadi di Indonesia karena semunya penurunan kasus COVID-19 saat ini.
Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19, Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D, dikutip dari Kantor Berita Antara mengatakan penurunan semu kasus COVID-19 di Indonesia bisa saja memicu badai pandemi seperti di India. “Apa yang melanda India dengan lonjakan kasus di atas 300 ribu orang per hari seharusnya dapat menjadi pelajaran buat kita agar lebih serius dan lebih hati-hati dalam penanganan pandemi. Pertanyaan, apakah strategi 3T (testing, tracing, dan treatment) telah dijalankan maksimal,” katanya, Sabtu (24/4).
Diungkapkan Taqin, setelah mengalami ledakan COVID-19 sebesar 10 ribu kasus per hari pada Januari 2021, laju pertumbuhan kasus Indonesia mengalami penurunan pada Maret. Yaitu hanya di atas 5 ribu kasus per hari.
Dia mencermati penurunan kasus tersebut akibat turunnya tes PCR. Berdasarkan data dari Kawal COVID-19, pada Januari lalu rata-rata jumlah orang yang dites PCR per harinya mencapai 40 ribu orang dan rata-rata diperoleh 10 ribu kasus per harinya. Pada bulan Februari, rata-rata tes PCR sebanyak 26 ribu orang per hari dan kasus konfirmasi lebih rendah sekitar 5.700 kasus per hari.
Pada 1-23 April rata-rata jumlah tes PCR turun sedikit menjadi 22 ribu orang per hari, sehingga rata-rata kasus konfirmasi harian hanya turun sedikit menjadi sekitar 5.200 kasus per hari.
Data tersebut, menurut Taqin, mengonfirmasi bahwa penurunan kasus di Indonesia terjadi karena lemahnya strategi 3T. Analisis ini menunjukkan penurunan kasus dalam dua bulan terakhir bersifat semu.
Penurunan semu adalah penurunan kasus yang terjadi manakala angka positivitas (positivity rate) tinggi, sehingga kasus baru akan turun jika tes PCR-nya dikurangi. “Setelah liburan panjang akhir tahun 2020 hingga sekarang, rata-rata tingkat positivitas tes PCR di Indonesia adalah satu kasus konfirmasi diperoleh dari 4-5 orang yang dites PCR,” ujarnya.
Kesemuan data kasus berbahaya bagi penanganan pandemi dan juga bagi masyarakat. Sebab akan ada anggota masyarakat yang menjadikan informasi penurunan kasus tersebut untuk melalaikan penerapan protokol kesehatan, terlebih bagi mereka yang sudah bosan terkungkung dengan pembatasan.
Kesemuan penurunan kasus membahayakan di tengah lambatnya proses vaksinasi di Indonesia dan serangan Virus Corona yang sudah bermutasi seperti D614G, B117, N439 dan E484K. “Jangan pernah berpikir mengendalikan pandemi dengan cara mengendalikan data dan menurunkan angka testing PCR yang terutama diperoleh dari hasil pelacakan kontak erat dan orang yang bergejala,” ucapnya. (kmb/balipost)