Suasana di Jalan Kartika Plaza, Kuta, Badung yang merupakan salah satu kawasan perhotelan di Bali. (BP/Dokumen)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Pembukaan pariwisata Bali untuk wisatawan mancanegara akan dilakukan Juni atau Juli. Di tengah pandemi seperti saat ini, sertifikasi Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability (CHSE) dijadikan salah satu prasyarat penerapan protokol kesehatan (prokes) menyambut wisman.

Namun, di tengah upaya itu, pelaku usaha akomodasi yang mengantongi Sertifikasi CHSE masih minim. Khususnya di Badung.

Kondisi ini diungkapkan Ketua DPRD Badung, Putu Parwata. Ia pun meminta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait segera menyurati para pelaku pariwisata yang tergabung dalam organisasi, seperti PHRI, GIPI, Asita, dan lainnya. “Kami minta pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata segera membuat surat edaran, meminta para pelaku pariwisata untuk segera melakukan sertifikasi CHSE,” tegas Parwata, Kamis (29/4).

Baca juga:  CHSE di Bisnis Transportasi

Menurutnya, protokol kesehatan berbasis CHSE menjadi suatu keharusan dalam menyongsong kenormalan baru. Jangan sampai upaya membuka pariwisata kembali terhambat lantaran keteledoran terhadap penerapan Prokes.

Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Badung menyebutkan hingga kini jumlah akomodasi yang sudah memiliki sertifikat CHSE sebanyak 198 dari sekitar 3.300 akomodasi, yakni hotel berbintang, hotel non bintang, dan vila. Sedangkan, untuk restoran dari 1.800 hanya 64 restoran yang sudah memiliki.

Baca juga:  Klaster RS Ganesha Kembali Tambah Kasus

Kemudian pada sektor lainnya sebanyak 24 Daerah Tujuan Wisata  (DTW) dan 8 mal yang telah memiliki sertifikat CHSE.

“Perlu pemahaman pelaku pariwisata terhadap kepentingan bersama, sehingga gayung bersambut. Jadi masyarakat sehat, aman, dan tenang, pencegahan COVID-19 juga berjalan ujungnya sosial dan ekonomi bisa tumbuh kembali. Ini yang kita harapkan, untuk itu perlu dukungan dan kesadaran bersama,” ungkapnya.

Sebelumnya, Plt. Kadis Pariwisata Kabupaten Badung, Cokorda Raka Darmawan mengatakan selain merupakan kewajiban bagi pelaku usaha, CHSE ini merupakan salah satu penunjang usaha tersebut telah siap dibuka dalam kondisi pandemi COVID-19.

Baca juga:  Pemda Diminta Serius Tegakkan Kebijakan Prokes

“Memang kalau dihitung menggunakan persentase dari keseluruhan tempat usaha yang membayar pajak, jumlah pemilik sertifikat sangat kecil. Namun, sertifikat ini kan merupakan keseriusan pelaku usaha dalam menerapkan protokol kesehatan pada tempat usahanya,” ungkapnya.

Dikatakan, pengusaha akan rugi jika tidak memiliki CHSE. Sebab, sertifikat ini akan menjadi rujukan bagi wisatawan ketika memilih akomodasi hotel maupun restoran. “Wisatawan akan memilih menginap ke tempat yang telah memiliki sertifikat CHSE ini,” ucapnya. (Parwata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *