Antrian penumpang yang berusaha berangkat dari Terminal Bandara Dalam Negeri Sydney di Sydney, Australia, Jumat (18/12/2020). (BP/Antara)

SYDNEY, BALIPOST.com – Australia mengutarakan kemungkinan penutupan perbatasan untuk pengunjung hingga akhir 2022. Hal ini diutarakan Menteri Perdagangan dan Pariwisata Australia, Dan Tehan, Jumat (7/5).

Dikutip dari AFP, Tehan mengatakan ketika lonjakan virus korona global menghancurkan harapan pembukaan kembali yang cepat, kebijakan melakukan penutupan perbatasan adalah hal yang masuk akal. Ia mengatakan gelombang kasus di India menunjukkan kebijakan untuk melarang kunjungan agar Australia bebas COVID-19 adalah hal yang sangat penting.

Baca juga:  Dari Macet Parah Dampak Pelabuhan Sanur hingga Dua WN China Ditemukan Tak Bernyawa di Hotel

Sejak 20 Maret 2020, warga Australia telah dilarang bepergian ke luar negeri dan pengecualian yang sulit diperoleh diperlukan bagi pengunjung asing untuk memasuki negara tersebut. “Sangat sulit untuk menentukan” kapan perbatasan bisa dibuka kembali, kata Tehan kepada Sky News, “tebakan terbaik akan terjadi pada pertengahan hingga paruh kedua tahun depan”.

Sebelum pandemi, sekitar satu juta pengunjung jangka pendek masuk ke negara itu setiap bulan. Angka itu sekarang mencapai sekitar 7.000 orang. Siapa pun yang masuk harus menjalani karantina hotel yang ketat selama 14 hari.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 Bali di Atas 110 Orang! Korban Jiwa Harian Juga Naik dari Sehari Sebelumnya

Gelembung perjalanan yang baru-baru ini dilakukan dengan Selandia Baru memiliki kesuksesan yang beragam. Bahkan, dihentikan sementara untuk kota-kota tempat virus menyebar dari fasilitas karantina sebelum diatasi.

Australia telah mencatat 29.886 kasus sejak pandemi dimulai. Sebagian besar terdeteksi di karantina hotel.

Peluncuran vaksinasi berjalan lambat, dengan hanya 2,5 juta vaksin yang diberikan di negara berpenduduk 25 juta orang, masing-masing membutuhkan dua dosis.

Prospek negara yang ditutup selama hampir tiga tahun akan menjadi pukulan telak bagi industri pariwisata senilai 40 miliar dolar AS per tahun. “Harapannya adalah kami dapat melihat beberapa gelembung lagi dan kami dapat melihat lebih banyak perjalanan yang dilakukan, tetapi kami berada dalam pandemi,” katanya.

Baca juga:  Kedatangan Wisman Sudah Meningkat, Kuta Masih Sepi

“Ini akan sangat bergantung pada bagaimana kita dapat menangani pandemi global,” tegasnya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *