Viraguna Bagoes Oka. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali harus melakukan pendekatan ekstra dalam mengelola pendapatannya. Pemerintah kabupaten/kota tak bisa hanya menunggu terjadi pemulihan sektor pariwisata.

Mitigasi total atas dampak rendahnya pendapatan dan rendahnya realisasai APBD harus dilakukan. Anggaran daerah yang belum didistribusikan segera harus dicairkan untuk mendukung kebangkitan ekonomi.

Saran itu dilontarkan pengamat ekonomi Viraguna Bagoes Oka, Senin (10/5). Dikatakannya, dalam situasi seperti ini langkah mitigasi total terkait sumber, strategi pengelolaan dan akuntablitas harus dilakukan. ‘’Rendahnya penyerapan keuangan daerah terutama bagi Bali di era pandemik berdampak besar terhadap perekonomian Bali. Mati surinya sektor pariwisata sangat mendesak untuk diantisipasi dengan langkah-langkah luar biasa (extra ordinary),’’ sarannya.

Baca juga:  Hasil Rekap Sementara Pilpres di Bali, Prabowo-Gibran Ungguli Dua Paslon Lainnya

Untuk melakukan mitigasi total keuangan pemerintah daerah agar simpul-simpul kerawanan dalam penyerapan anggaran daerah ditangani dengan baik dan tepat guna. Untuk bisa terwujudnya tujuan tersebut sudah selayaknya semua aparat pemerintah daerah bisa menunjukkan keteladanan dan kepeduliannya yang maksimal serta komitmen yang tinggi serta penerapan law enforcement atau penegakan hukum yang tegas tanpa toleransi dalam waktu jangka pendek ini. ‘’Penyerapan APBD di beberapa provinsi di seluruh Indonesia telah menjadi perhatian serius oleh Presiden Joko Widodo harus direspons cepat oleh pemerintah daerah di Bali. Pergerakan dana-dana pemerintah ke masyarakat akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah,’’ jelasnya.

Baca juga:  Bupati Gede Dana Harap High Level Meeting Percepat Transaksi Keuangan Daerah

Saat ini, realisasi APBD di beberapa daerah berada pada angka 15% dan 10%. Bahkan untuk bansos ada yang masih di bawah 10%. Sementara itu khusus Bali yang menjadi provinsi yang perekonomiannya terdampak pandemi paling parah dalam triwulan I, yang bertumpu dari pariwisata diprediksi dalam triwulan II masih akan terkontraksi negatif.

Faktor klasik penyebab rendahnya penyerapan APBD di daerah umumnya ditandai oleh beberapa faktor utama, antara lain oleh lemahnya koordinasi antara perencanaan dan pelaksanaan anggaran yang menyebabkan rendahnya penyerapan. Kurang dipahaminya mekanisme pencairan secara akurat.

Baca juga:  Dua Anak Megawati Duduk di Kepengurusan DPP PDIP, Jabatan Puan Dibilang Keren

Faktor kehati-hatian dan lemahnya kualitas SDM aparat dalam pengelolaan anggaran sehingga berpotensi terjadinya mal praktik dan ketidaksesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan serta mitigasi risiko sehingga berdampak kepada potensi terjadinya penyimpangan dan pelanggaran. Ini mengakibatkan tidak tercapainya penyerapan anggaran daerah sesuai dengan tujuan dan sasarannya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *