Penduduk non permanen diangkut Satpol PP saat pelaksanaan penertiban duktang. (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Masih banyak penduduk non permanen atau penduduk pendatang (duktang) yang enggan melaporkan diri. Apalagi mereka telah lama tinggal di lokasi atau wajah lama.

Seperti temuan sidak petugas Satpol PP Badung di lingkungan Kelurahan Benoa belum lama ini. Dengan masih banyaknya temuan duktang yang enggan melapor diri, Ketua Forum Kaling Kelurahan Benoa Nyoman Astawa mengatakan, itu menandakan masih rendahnya kesadaran warga, terkait administrasi kependudukan. “Terus terang kami kecewa dengan temuan itu. Sebab hal itu menandakan kesadaran penduduk non permanen di wilayah kami masih rendah kesadarannya untuk melaporkan diri,” keluhnya saat dikonfirmasi, Jumat (28/5).

Baca juga:  Pamit Cari Pakan Ternak Tak Pulang, Lansia Ditemukan Tewas

Pihaknya mengatakan, pada dasarnya setiap duktang yang datang ke suatu wilayah tentu harus melaporkan keberadaan dirinya minimal 1 x 24 jam. Hal itu diperlukan demi memastikan keberadaan mereka diketahui oleh kaling setempat.

Sehingga mereka juga mendapatkan bukti keberadaannya di suatu wilayah dan mendapatkan pengayoman. Hal itu juga sebagai tata krama seseorang yang masuk dan tinggal di suatu wilayah.

Menurut Astawa, kurangnya kesadaran tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah terkait ketiadaan sanksi, jika mereka tidak mengantongi bukti pendataan.

Baca juga:  Ribuan Penduduk Nonpermanen Masuk Buleleng Tiap Tahun

Karena itu pihaknya menilai kedepannya diperlukan adanya sanksi, misalnya semacam denda. Apabila yang bersangkutan tidak melaporkan diri kepada kaling setempat, sehingga mereka tak menyepelekan hal tersebut. “Sesungguhnya sangat penting adanya sanksi itu, dalam rangka meningkatkan kesadaran. Agar tidak seperti saat ini, aturan berlaku seolah digampangkan,” tegasnya.

Selain sanksi, pengenaan biaya pengurusan bukti pendataan juga dipandang sebagai hal yang harusnya bisa diterapkan. Sebab kegiatan tersebut berkenaan dengan kebutuhan biaya operasional dalam pengawasan di lapangan. Melalui pengenaan biaya tersebut, maka partisipasi aktif dapat dilakukan secara lebih maksimal. (Yudi Karnaedi/balipost)

Baca juga:  Rekonstruksi Pembunuhan Mahasiswi di Kamar Kos, Usai Membunuh Tersangka Cium Kening Korban
BAGIKAN

1 KOMENTAR

  1. Bukan kurangnya kesadaran pak, lebih tepatnya saat ingin melapor di suruh urus ini itu dengan biaya yang cukup tinggi.

    Liat aja yg sempat viral duktang di tagih tiap bulan sma banjar/pecalang Rp.600.000,-/bulan

    Cari aja tu yg viral di internet, itu sebabnya banyak yg enggan melapor, biayanya ga logis, blom lagi nanti ada yang namanya “KIPEM”

    logika aja, kita kan udah E-KTP NIK sudah online harusnya melapor dan input NIK dan biaya sesuai kemampuan dan logika.

    Toh kita WNI kok
    Ktp kan udah elektronik
    Udah online

    Jawab 1 pertanyaan saya pak, apa fungsinya ktp online kalau semua harus ribet urusannya?

    Ktp online cuma buat mempermudah pemerintah mendata?
    Bukan mempermudah rakyatnya?

    Ga guna dong online kalau harus lapor dan biayanya sama dengan biaya urus kk dan ktp baru

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *