Muriadi Wirawan. (BP/Istimewa)

Oleh Kadek Muriadi Wirawan

Pertumbuhan ekonomi telah diumumkan pada awal Mei 2021 kemarin, secara nasional ekonomi pada kuartal pertama tahun 2021 ini year on year/ y-o-y (kuartal pertama 2021 dibandingkan dengan kuartal pertama 2020) kontraksi sebesar 0,74% membaik jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal sebelumnya yaitu kuartal empat tahun 2020 yang berkontraksi sebesar 2,19%. Di saat yang sama, ekonomi Bali juga mengalami kontraksi sebesar 9,85 persen setelah pada kuartal sebelumnya kontraksi lebih dalam yaitu 12,21 persen. Lalu apa yang menjadi penyebab pemulihan Ekonomi Bali cenderung “terasa” lebih lambat jika dibandingkan dengan nasional?

Secara tahunan, pada tahun 2020, Ekonomi Bali terkontraksi paling dalam yakni mencapai 9,31 persen. Seperti diketahui Ekonomi Bali sangat tergantung kepada pariwisata, dari hasil simulai neraca satelit pariwisata daerah Bali (nesparda), pada tahun 2015 sumbangan pariwisata terhadap perekonomian Bali mencapai kurang lebih 53 persen. Angka ini sekaligus menunjukkan bahwa pandemi pada dasarnya sangat memukul sektor pariwisata. Jika ekonomi Bali sebagian besar ditunjang oleh pariwisata, lain halnya dengan ekonomi nasional, Pada tahun 2020, kontribusi terbesar terhadap ekonomi nasional adalah lapangan usaha industri pengolahan yang mencapai 19,88 persen, kontribusi kedua adalah lapangan usaha pertanian yang mencapai 13,70 persen dan ketiga adalah lapangan usaha perdagangan dengan kontribusi sebesar 12,93 persen.

Baca juga:  Kompleksitas dan Eksistensi Perguruan Tinggi

Ini menunjukkan struktur ekonomi nasional cenderung berbasis industri dan komoditas yang mempunyai tingkat kerentanan lebih rendah dibandingkan dengan lapangan usaha yang berkaitan dengan pariwisata. Perbedaan ini menyebabkan ekonomi nasional bisa bergerak lebih lincah sehingga proses pemulihan menjadi lebih cepat. Berbeda dengan nasional, kontribusi lapangan usaha industri pengolahan pada tahun 2020 dalam perekonomian Bali hanya sebesar 6,45 persen. Di samping kontribusi yang relatif kecil, industri yang berkembang di Bali bukanlah industri strategis yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi, industri-industri di Bali sebagian merupakan industri kecil atau industri rumah tangga.

Dari sisi global, membaiknya perekonomian di dua negara raksasa seperti China dan Amerika turut berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional pada kuartal pertama tahun 2021 ini. Pada kuartal pertama tahun 2021 secara y-o-y, Amerika berhasil tumbuh positif sebesar 0,40 persen dan China tumbuh mengesankan sebesar 18,30 persen. Jika diperhatikan pangsa ekspor produk-produk nasional ke China dan Amerika cukup besar mencapai masing-masing 16,68 persen dan 10,64 persen di tahun 2019. Sehingga dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi di kedua negara tersebut dan besarnya sumbangan lapangan usaha industri dalam perekonomian nasional dapat dipastikan akan memperbaiki penerimaan pemerintah khususnya dari sisi ekspor yang pada akhirnya menarik perekonomian nasional untuk tumbuh lebih baik di kuartal ini.

Baca juga:  Oktober 2021, Kunjungan Wisman Naik 21,73 Persen

Kembali ke Ekonomi Bali, tingginya kontribusi pariwisata bisa jadi menyebabkan tingkat kemandirian ekonomi Bali cenderung menurun. Pemenuhan akan kebutuhan wisatawan juga ditengarai menjadi penyebab tingginya ketergantungan akan barang-barang impor khususnya impor antar daerah, karena tuntutan pemenuhan kebutuhan pariwisata yang relatif tinggi belum mampu di supply secara lokal sehingga harus dipenuhi dari impor. Sebagai contoh, nilai net ekspor (ekspor – impor) antar daerah pada tahun 2019 mencapai -49,2 Triliun rupiah dan -14,81 triliun pada tahun 2020 .

Berbeda dengan konsep ekspor impor luar negeri, ekspor impor antar wilayah hanya mencakup barang dan jasa yang dipertukarkan antar wilayah baik provinsi maupun antar kabupaten kota. Posisi net ekspor yang negatif dimana impor lebih besar dari ekspor menegaskan bahwa ketergantungan Bali kepada daerah luar untuk pemenuhan kebutuhannya masih cukup tinggi. Kondisi ini tentunya akan berpengaruh kepada lambatnya pemulihan ekonomi karena nilai tambah yang tercipta dalam proses transaksi ekonomi akan lari atau kembali ke daerah asal impor sehingga seolah-olah terjadi kebocoran ekonomi.

Lalu apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi Bali? Beberapa upaya yang bisa dicoba adalah dengan: 1) penyiapan data statistik sektoral yang akurat berupa pemetaan komoditas ekspor-impor, sehingga dengan tersediaanya data yang jelas terhadap komoditas-komoditas ini dapat disusun strategi yang tepat untuk pengelolaannya maupun pemenuhannya sehingga kebijakan yang diambil akan dapat memacu ekspor dan menekan impor. 2) Mengembangkan pertanian, mengingat komoditi impor Bali juga sebagian merupakan barang-barang pertanian seperti janur, buah dan sebagainya. 3) Pengembangan SDM pertanian Bali melalui upaya-upaya pengorganisasian petani, karena petani hanya akan berdaya dan mempunyai nilai tawar yang meningkat jika bergerak secara berorganisasi. 4) Memperhatikan tata ruang untuk menekan alih fungsil lahan pertanian mengingat Bali sebagai daerah pariwisata, dimana pengembangan pariwisata yang tidak terencana apalagi tidak tertuang dalam rencana tata ruang sangat rentan menimbulkan alih fungsi lahan khususnya lahan pertanian dan yang ke 5) mengoptimalkan pemanfaatan lahan lahan pertanian yang masih menganggur.

Baca juga:  Saatnya Guru Merespons “Artificial Intelligence”

Ketidakpastian akibat pandemi jelas telah mengakibatkan pemulihan ekonomi Bali menjadi sulit dan kesulitan yang muncul juga diperparah oleh kemandirian ekonomi Bali yang rendah sehingga perlu mendapatkan penanganan agar stimulus atau program pemulihan ekonomi yang digelontorkan bisa berputar di Bali dengan harapan pemulihan ekonomi Bali bisa menjadi lebih cepat walau tidak secepat ekonomi nasional.

Penulis PNS pada Badan Pusat Statistik Provinsi Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *