Suasana di Jalan Kartika Plaza, Kuta, Badung yang merupakan salah satu kawasan perhotelan di Bali. (BP/Dokumen)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Rencana pembukaan pariwisata Bali untuk wisatawan mancanegara dijadwalkan Juli ini, tinggal belasan hari. Pemerintah Kabupaten Badung telah berupaya mempersiapkan pembukaan dengan melakukan sertifikasi berbasis CHSE (Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability).

Dinas Pariwisata (Dispar) Badung mencatat 661 sarana penunjang pariwisata yang telah memiliki CHSE hingga April 2021. Angka ini tentunya belum termasuk sertifikasi yang dilaksanakan secara mandiri oleh para pelaku usaha.

Berdasarkan data yang ada, terdapat sekitar 3.300 akomodasi di Badung. Terdiri dari hotel berbintang, hotel non bintang, vila serta 1.800 restoran.

Baca juga:  Begini, Penampakan T4 Bandara Soetta

Angka ini menunjukkan minimnya akomodasi pariwisata dan restoran yang memiliki CHSE. Kalau dilihat secara persentase kurang dari 30 persen jumlah unit usaha pariwisata yang ada di kabupaten itu.

Padahal, CHSE merupakan suatu kewajiban bagi pelaku usaha jelang dibukanya pariwisata. Sertifikasi ini akan menjadi bukti bahwa pelaku usaha telah memiliki, menerapkan, hingga meningkatkan protokol kesehatan di usahanya masing-masing.

Kepala Bidang Industri Pariwisata Dispar Kabupaten Badung, Ngakan Putu Tri Ariawan, saat dihubungi Jumat (11/6) membenarkan terdapat 661 sarana penunjang pariwisata di Badung yang tercatat telah mengantongi CHSE. “Seluruhnya ada 661 usaha yang terdiri dari 513 akomodasi, 90 restoran dan rumah makan, 8 mall, 18 wisata tirta, 24 Daya Tarik Wisata, dan 3 Cinema,” ungkapnya.

Baca juga:  Travel Advice Lima Negara, Belum Pengaruhi Kunjungan ke DTW 

Sayangnya, Ariawan enggan merinci berapa persen akomodasi yang belum mengantongi sertifikat CHSE.

Sebelumnya, Plt. Kadis Pariwisata Kabupaten Badung, Cokorda Raka Darmawan, menyebutkan selain merupakan kewajiban bagi pelaku usaha, CHSE ini merupakan salah satu penunjang bahwa usaha tersebut telah siap dibuka dalam kondisi pandemi COVID-19.

“Memang kalau dihitung menggunakan persentase dari keseluruhan tempat usaha yang membayar pajak, jumlah pemilik sertifikat sangat kecil. Namun, sertifikat ini kan merupakan keseriusan pelaku usaha dalam menerapkan protokol kesehatan pada tempat usahanya,” ungkapnya.

Baca juga:  Terima PPLN Pertama di Bali, Hotel Ini Jadi Pionir "Warm Up Vacation"

Dikatakan, pengusaha akan rugi jika tidak memiliki CHSE. Sebab, sertifikat ini akan menjadi rujukan bagi wisatawan ketika memilih akomodasi hotel maupun restoran. “Wisatawan akan memilih menginap ke tempat yang telah memiliki sertifikat CHSE ini,” ucapnya. (Parwata/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *