DENPASAR, BALIPOST.com – Guna mencari solusi pro-kontra sampradaya non-dresta Bali, Polda Bali dalam hal ini Diintelkam menggelar diskusi dengan akademisi Hindu. Kegiatan yang digelar, Rabu (16/6).
Direktur Intelkam Polda Bali, Kombes Pol. Zainal Abidin dalam sambutannya mengatakan, pihaknya minta masukan dari tokoh-tokoh akademisi terkait dengan permasalahan sampradaya non-dresta Bali. Dikatakan Kombes Zainal, sampradaya non-dresta Bali diayomi PHDI, namun ormas yang menolak mendasarinya pada Surat Keputusan Bersama (SKB) PHDI dan MDA.
Asram/pasraman yang ditolak sebagian besar yang mendatangkan anggota dari luar desa adat. “Kegiatan pelarangan yang mengarah tindakan pengerusakan maupun tindakan anarkis itu agar diantisipasi. Mari kita rapatkan barisan untuk mencari solusi terbaik,” ujarnya.
Tokoh yang diundang dalam diskusi tersebut, diantaranya Dr. Putu Sastra Wibawa, Dr. Gede Suwantana, MA dan Dr. I Gusti Made Widya Sena, S.Ag., M.Fil.
Dari diskusi tersebut, dihasilkan beberapa poin usulan, yaitu kepada PHDI agar menjalankan fungsi pembinaan dengan lebih intensif untuk menguatkan iman dan meningkatkan kualitas amal umat Hindu. Dengan demikian mampu meminimalisir terjadinya konversi agama atau keyakinan baik internal maupun eksternal.
Sementara untuk MDA agar mengedepankan pendekatan persuasif dan edukatif guna mencegah tindakan yang mengarah represif
Sedangkan terhadap kelompok sampradaya dalam menjalankan aktivitasnya menghindari sikap-sikap eksklusifisme (merasa paling benar) dan tindakan agonistis (mendiskreditkan atau menyalahkan) ajaran Hindu dresta Bali yang sejak zaman pra Hindu sudah ajeg dilaksanakan hingga kini.
Kembali pada hakikat spritual untuk mencerahkan jiwa, menyadarkan sang atma agar dapat memancarkan sinar suci tuhan untuk kemanusiaan dan lingkungan alam.
Kepada umat Hindu di Bali agar ajeg menjalankan ajaran Weda dengan tetap mengikuti dresta Bali berbasis Desa Kala Patra dan Desa Mawicara. Tetap berlandaskan semangat Wasudewa Kutum Bakam (semua manuasia bersaudara) dan dijiwai nilai Tat Twan Asi, Tri Kaya Parisudha serta Tri Hita Karana, sehingga terjalin hubungan religis kehadapan Hyang Widhi dan hubungan sinegergis terhasap sesama manusia serta hubungan armonis terhadap alam. Pentingnya dialog di tingkat elit pusat hingga daerah yang memiliki kompetensi dalam penyelesaian permasalahan. (Kerta Negara/balipost)