DENPASAR, BALIPOST.com – Sekretaris Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Bali, Made Rentin, mengatakan ada 2 sumber yang menyebabkan meningkatnya kasus positif COVID-19 di Provinsi Bali beberapa hari terakhir ini. Hampir sepekan, kasus di Bali bertambah hingga 3 digit per hari.
Menurut Rentin, dua sumber itu adalah Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) yang berkunjung ke Bali untuk berlibur maupun bekerja. Kedua, dari transmisi lokal akibat kegiatan adat.
“Kita ketahui ada kebijakan nasional, Work From Bali yang mengarahkan seluruh kementerian, lembaga dan BUMN, melakukan aktifitas di Bali. Maka konsekuensi logisnya adalah sangat amat mungkin kasus positif ditemukan di Bali,” tandas Made Rentin.
Mengantisipasi lonjakan kasus dari kedatangan PPDN itu, Rentin mengatakan unsur pintu masuk Bali yang meliputi bandara dan pelabuhan telah melakukan skrining yang ketat. Di pelabuhan misalnya, penumpang yang tidak mampu menunjukkan hasil negatif rapid antigen akan dites di tempat, atau dikembalikan ke daerah asal.
“Memang satu, dua, sempat ditemukan kondisi ekstrem dalam arti saat turun dari pesawat mungkin ditemukan suhu yang tinggi. Sehingga dilakukan treatment dan masa observasi,” ungkapnya.
Sementara itu, merebaknya transmisi lokal disebabkan dari kegaitan sosial, budaya, adat dan agama. Di Bali, belakangan ini merupakan dewasa ayu atau hari baik melakukan upacara agama, seperti menikah, ngaben dan kegiatan kedukaan lainnya.
“Kita flashback, Surat Keputusan Bersama (SKB) menegaskan kegiatan itu silakan dilaksanakan, tetapi perlu diperkuat penerapan prokes. Di antaranya mengurangi kehadiran orang, dan terpenting prokes harga mati,” tuturnya.
Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali ini, menambahkan upaya pencegahan terhadap hal itu telah dilakukan oleh Satgas Gotong Royong di tingkat desa. Dia menilai kinerja Satgas Gotong Royong telah cukup baik.
Sekurang-kurangnya telah berkoordinasi bersama panitia kegiatan sehari sebelum kegiatan berlangsung untuk mengingatkan penerapan prokes. “Kami mengimbau dua hal, yakni tetap disiplin prokes, kurangi mobilitas dan tingkatkan imun. Juga taat kepada aturan pemerintah,” tegasnya.
Terkait dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 14 Tahun 2021 soal perpanjangan dan pengetatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro, Pemerintah Provinsi Bali tidak mengeluarkan Surat Edaran. Namun, mengikuti Inmendagri Nomor 14 Tahun 2021 tersebut.
Dalam Inmendagri kali ini terlihat perbedaan pada aturan pelaksanaan kegiatan pada area publik, seperti fasilitas umum, taman umum, tempat wisata umum, atau area publik lainnya. Selain daerah berzona merah fasilitas umum, tempat wisata, area publik, kegiatan seni budaya, dan rapat atau seminar luring diperbolehkan beroperasi dengan kapasitas 25 persen dari kapasitas normal.
Sedangkan fasilitas umum, tempat wisata, area publik, kegiatan seni budaya dan rapat, atau seminar luring di daerah zona merah ditutup untuk sementara waktu. Mal, restoran, dan lapak makanan hanya diperbolehkan menampung 25 persen pengunjung dari kapasitas normal dengan jam operasional hingga pukul 21.00 WITA.
Namun, aturan mengenai bekerja dari rumah atau WFH dan bekerja dari kantor (WFO), selain di zona merah masih sama, yakni 50 persen untuk WFH dan WFO 50 persen. Sementara untuk kabupaten/kota yang berada dalam zona merah pembatasan dilakukan dengan menerapkan WFH sebesar 75 persen dan WFO sebesar 25 persen.
Pelaksanaan WFH dan WFO dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat, pengaturan waktu kerja secara bergantian. Kemudian, pada saat WFH tidak melakukan mobilisasi ke daerah lain dan pemberlakuan WFH dan WFO disesuaikan dengan pengaturan dari kementerian/lembaga atau masing-masing pemerintah daerah. Adapun pengetatan PPKM berskala mikro ini berlaku selama 14 hari, terhitung sejak 22 Juni hingga 5 Juli 2021. (Winatha/balipost)