I Wayan Artika. (BP/Istimewa)

Oleh Dr. I Wayan Artika, S.Pd., Hum

Para ahli pendidikan mulai mempertanyakan tujuan belajar formal. Di negara Brazil, Paulo Freire mengritiknya dengan mengatakan pendidikan model bank. Belajar seperti menabung. Siswa mengumpulkan atau menabung bagian-bagian pengetahuan.

Siswa adalah tempat menampung pengetahuan-pengetahuan yang dituang oleh guru secara mekanik dan prosedural. Di Indonesia Bapak Fuad Hassan menyatakan kita tidak perlu guru yang pintar tetapi guru yang mampu menghidupkan generator pemikiran siswa.

Ini adalah kritik filosofis terhadap praktik pendidikan negara yang memandang siswa sebagai wadah dan guru hanya bekerja mengisi wadah ini dengan materi-materi pelajaran. Praktik pendidikan seperti ini minus berpikir. Mungkin hanya dapat memenuhi satu atau paling dua tingkat aras berpikir menurut Taksonomi Bloom, yaitu mengingat dan memahami.

Soal kepatuhan ini dikritik pula dalam novel N. Marewo yang berjudul Lambo. Judul novel ini diambil dari nama tokoh kuncinya, Lambo, seorang siswa dari daerah dan bersekolah di SMA favorit di Yogyakarta. Lambo berdebat dengan guru sejarah soal penemu Benua Amerika.

Bagi Lambo, Columbus, yang dicatat sebagai penemu benua ini adalah ketidakadilan. Guru sejarahnya marah dan tersinggung karena baru kali ini ada siswa yang mendebat sejarah.

Bagi Lambo dalam pelayaran itu Columbus tidak sendirian tetapi mengapa pelajaran sejarah sekolah dan guru sejarah ikut-ikutan bohong, mewariskan ketidakadilan sejarah?

Di tengah tradisi Indonesia dengan sekolah-sekolahnya yang antiberpikir kritis dan masih menganut pendidikan sistem bank, lebih-lebih hal ini dilakukan oleh siswa, sudah dapat ditebak, tindakan apa yang diambil kepala sekolah. Lambo dipecat!

Baca juga:  Struktur Ekonomi Bali Menyeimbangkan Pertanian dan Pariwisata

Guru sejarah tentu senyum jemawa, senyum penuh kesombongan dan rasa angkuh. Kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik sejatinya pengakuan atau tindak lanjut elit pendidikan negara terhadap kritik Fuad Hassan yang disampaikan puluhan tahun silam. Siswa tidak lagi dijadikan wadah tempat guru menuang pengetahuan-pengetahuan (materi pelajaran) yang seperti mi instan. Pendekatan saintifik memandang siswa belajar selayaknya kerja peneliti. Peneliti bekerja dalam tahapan metode ilmiah untuk menemukan pengetahuan (kebenaran) dalam berbagai ukuran atau kadar secara mandiri.

Metode ilmiah sendiri dijiwai oleh tradisi berpikir. Berpikir merespons realitas dan pada lapis kedua berpikir mendeduksi potongan-potongan data untuk menarik simpul kebenaran. Dalam hal ini guru berperan sebagai pendamping belajar. Guru tidak lagi menjadi agen pengisi wadah. Masa guru menjadi pengkotbah sejati di atas mimbar kelas, membunuh daya bicara siswa; telah berakhir.

Pendidikan adalah menghidupkan generator atau mesin berpikir siswa (Fuad Hassan) menjelaskan bahwa tujuan pendidikan bukan untuk mengumpulkan pengetahuan (pendidikan sistem bank, Paulo Freire) tetapi melatih dan membangun kecakapan berpikir dalam berbagai tingkatan (baik LOTS maupun HOTS). Pendidikan yang menghidupkan generator pemikiran siswa berupa aktivitas belajar di sekolahyang sebagai kegiatan berpikir, seperti mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

Baca juga:  Janji Kampanye

Materi pelajaran yang digariskan dalam kurikulum dan disajikan dalam berbagai buku pelajaran sekolah adalah objek kegiatan berpikir, bukan tujuan yang pertama. Hanya untuk menegaskan sekali lagi, dalam periode yang sangat panjang, pendidikan nasional menempatkan materi pelajaran sebagai tujuan. Karena itu terjadi ketimpangan di antara tiga simpul: dominasi pencapaian ranah kognitif, dan terjadi pengabaian ranah apektif dan psikomotorik.

Pendidikan yang menghidupkan generator pemikiran siswa terjadi pada pengutamaan kegiatan berpikir dalam berbagai aras dan ranah dengan objek materi pelajaran. Terjadinya penguasaan atau pemahaman siswa terhadap subjek pelajaran adalah buah atau konsekuensi kegiatan berpikir. Secara operasional pendidikan yang berdasar pada kegiatan berpikir adalah menjadikan kegiatan dan pengalaman berpikir (sama dengan belajar) sebagai jalan untuk mendapatkan pengetahuan. Jadi, berpikir adalah jalan untuk mendapat pengetahuan atau belajar adalah berpikir.

Kritik Fuad Hassan dan Paulo Freire saling melengkapi. Pendidikan sistem bank mengutamakan koleksi atau pengumpulan pengetahauan. Di sini tujuan belajar adalah mengumpulkan materi pelajaran, seperti menabung di bank. Bapak Fuad Hassan menyatakan peran penting guru untuk menghidupkan daya pikir mahasiswa sungguh satu hal yang sangat penting bahwa di dalam belejar ada dua hal, yakni materi pelajaran dan cara untuk mendapatkannya.

Fuad Hassan menegaskan bahwa sekolah tidak boleh memberi pengetahuan kepada siswa secara langsung. Siswa harus diberi tahu dan dibiasakan pada cara untuk memperoleh pengetahuan, yakni dengan berpikir.

Baca juga:  Anak dan Masa Depan Bangsa

Fuad Hassan menempatkan cara mendapatkan pengetahuan itu di garda depan belajar dan baru disusul oleh pengetahuan. Untuk berpengetahuan seorang siswa harus melalui jalan berpikir.

Dengan pendekatan saintifik K13 pendidikan Indonesia tengah mengubah satu paradigma amendasar yang selama ini adalah kesalahpahaman kronis bahwa tujuan belajar adalah untuk tahu isi mata pelajaran, menjadi belajar adalah berpikir yang membuahkan pengetahuan. Pendekatan saintifik menjawab dua kritik terbesar praktik pendidikan di dunia ketika: pendidikan sistem bank (Pauli Freire) dan pendidikan tanpa berpikir (Fuad Hassan). Saintifik mengutamakan cara atau proses seorang anak menjadi berpengetahuan.

Mereka mulai dari kegiatan berpikir sebagaimana ketika Charles Darwin terpesona dengan fosil-fosil atau aneka paruh burung pinch darwin di Kepulauan Galapagos. “Keterpesonaan” itu kelak melahirkan satu kebenaran yang sampai saat ini belum terbantah: evolusi.

Lewat berpikir secara metodologis, para ilmuwan menemukan kebenaran-kebenaran ilmiah yang dipersembahkan kepada umat manusia. Karena itu, saintifik tidak hanya mengenai tahapan belajar di kelas seperti apa yang lazim terjadi di tangan guru. Saintifik adalah tahapan berpikir itu sendiri. Saintifik adalah pendekatan belajar yang berbasis pada belajar sebagai kegiatan berpikir.

Penulis Dosen Undiksha, Pegiat Gerakan Literasi Akar Rumput pada Komunitas Desa Belajar Bali.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *