DENPASAR, BALIPOST.com – Jumlah anak-anak yang terinfeksi virus corona, sejak awal pandemi COVID-19, cukup tinggi. Dari data Satgas COVID-19 Provinsi Bali, hingga minggu ketiga bulan Juni 2021, jumlah anak di Bali yang terinfeksi COVID-19 sebanyak 4.980 anak.
Jika dilihat dari kumulatif kasus COVID-19 di Bali per Senin (28/6) yang mencapai 49.758 orang, jumlah anak-anak yang terinfeksi mencapai sekitar 10 persennya.
Menurut Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) cabang Bali, I Gusti Lanang Sidiartha tingginya kasus COVID-19 pada anak di Bali disebabkan dari aktivitas mereka saat berada di luar rumah. Ia mengatakan banyak juga anak yang enggan memakai masker.
“Aktivitas di luar rumah membuat kontak antar-individu meningkat tanpa jaga jarak dan keengganan anak-anak memakai masker menjadi penyebab tingginya kasus COVID-19 pada anak di Bali,” kata Sidiartha, Senin (28/6).
Lebih lanjut dikatakan, dari total 4.980 anak yang terpapar COVID-19 di Bali, diakuinya tingkat kematian anak karena COVID-19 masih tergolong rendah. Yakni berada di angka 0,1 persen atau sebanyak 5 kasus.
Saat ini, untuk kasus aktif total sebanyak 55 kasus dan sisanya pasien COVID anak dinyatakan sembuh.
Karena tingginya infeksi COVID-19 pada anak, dr. Lanang berharap para orang tua lebih waspada terhadap keselamatan anaknya.
Salah satu adalah dengan memperhatikan gejala COVID-19 pada anak. Selain juga agar selalu memperhatikan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. “Umumnya gejala COVID-19 pada anak sangat bervariasi, namun dari kasus sebelumnya, umumnya gejala yang ditunjukan berhubungan dengan gangguan saluran cerna dan pernapasan,” ungkapnya.
Adapun gejala umum yang dialami anak, seperti demam, mencret, batuk pilek, dan ruam-ruam di kulit. Selain beberapa gejala itu, gejala lain yang ditunjukan adalah, demam batuk, sakit tenggorokan, sulit bernapas, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, mual-muntah, diare, nafsu makan menurun, kehilangan rasa atau bau dan sakit perut.
Diakui dr. Lanang, pada umumnya gejala batuk pilek disertai dengan radang tenggorokan dalam jangka waktu lebih dari dua pekan, merupakan gejala yang paling banyak dialami oleh anak selama ini. Jika anak mengalami gejala seperti itu, dr. Lanang menyarankan orangtua untuk tidak asal memberikan pengobatan sendiri kepada anak di rumah. “Segeralah untuk menghubungi dokter atau fasilitas pelayanan kesehatan pertama di sekitar rumah, sehingga penanganan bisa diberikan lebih lanjut,” tambahnya. (Yudi Karnaedi/balipost)