Tangkapan layar Menteri BUMN Erick Thohir (kanan) dan Hariyati Lawidjaja saat memberikan keterangan terkait potensi pembayaran digital. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pandemi COVID-19 harus dijadikan momentum bagi Indonesia untuk melakukan perubahan. Terutama dalam hal supply chain dan tranformasi digital. Demikian ditegaskan Menteri BUMN, Erick Thohir, Rabu (30/6), dalam peringatan HUT ke-2 LinkAja yang digelar secara virtual dipantau dari Denpasar.

Ia mengatakan ekonomi digital menjadi kekuatan dan perlu dipersiapkan. Ia memaparkan di 2020, ekonomi digital masih 4 persen dari PDB, sebesar Rp 632 triliun. Sedangkan di 2030 diharapkan bisa mencapai 18 persen dari PDB atau Rp 4.531 triliun.

Ia mengatakan e-commerce (B2B dan B2C Marketplace menyumbang nilai tertinggi dalam ekosistem Ekonomi Digital Indonesia) di 2030. “Ini ekosistem yang sangat besar untuk kita semua. Jadi perlu diantisipasi dan dipersiapkan,” ujarnya.

Baca juga:  Livi Zheng akan Bicara di 2nd Indonesia Human Capital Summit

Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengutarakan ekonomi digital Indonesia meningkat sangat cepat. Pada Mei 2021, jumlahnya mencapai Rp 23 triliun atau tumbuh 53 persen year on year (YoY). QR Indonesia Standard (QRIS) juga tumbuh signifikan sebanyak 210,4 persen dari sisi volume.

Ia mengatakan semua pihak harus memajukan digitalisasi sistem pembayaran untuk mempercepat terwujudnya ekosistem ekonomi digital. Perry menekankan tiga inisiatif perlu diprioritaskan, yaitu mencapai target 12 juta merchant QRIS, meluncurkan standarisasi API untuk interlink pembayaran, dan regulatory reform yang telah dikeluarkan pada awal tahun ini yaitu penguatan industri sistem pembayaran.

Baca juga:  Mantri Bank Dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor

Sementara itu, terkait pembayaran digital ini, Direktur Utama LinkAja, Hariyati Lawidjaja, mengutarakan pihaknya kini telah memiliki 71 juta pengguna terdaftar. Penyebarannya sebanyak 74 persen atau mayoritas di kota-kota tier (lapis) 2 dan 3.

Hal ini sejalan dengan segmen LinkAja yang menyasar segmen menengah ke bawah. Bahkan pihaknya kini fokus ke pasar-pasar tradisional. “Segmen LinkAja ini menegah ke bawah. Merchantnya lebih banyak di ultra mikro. Jenis transaksi lebih ke arah essensial dan produktif. Contohnya di pasar tradisional,” jelasnya.

Baca juga:  Kasus Penguntitan Diambil Alih Jaksa Agung

Di 2020, ia mengatakan LinkAja membukukan 1,4 miliar transaksi. Ini menandakan masih luasnya potensi dari penggunaan pembayaran digital.

Saat ini, pembayaran digital yang didirikan 10 BUMN ini telah ada di 34 provinsi dan 480 kota. Memiliki 400 ribu merchant yang mayoritas merupakan UMKM, bahkan ultra mikro.

Secara realisasi dalam artian memperdayakan potensi itu, ia menilai masih perlu digenjot lagi dengan kolaborasi semua pihak. “Kita lihat bahwa saat ini, kebanyakan yang belum punya akses keuangan ada di luar kota tier 1,” jelasnya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *