MANGUPURA, BALIPOST.com – Pengelola objek wisata di Bali, khususnya Kabupaten Badung semakin berat dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Pasalnya, pengelola harus menutup kembali objek wisata yang mulai megeliat hingga PPKM Darurat Jawa-Bali dicabut.
Kondisi tersebut dirasa cukup sulit bagi pengelola objek wisata, terutama wisata satwa sebab mereka harus mengeluarkan biaya pakan. Seperti diakui pengelola Objek Wisata Sangeh, Kecamatan Abiansemal.
Manajer Operasional Objek Wisata Sangeh, Made Mohon mengaku mulai khawatir untuk anggaran tahun depan karena minimnya jumlah kunjungan yang berimbas pada menurunnya pendapatan saat ini. Apalagi dengan penutupan objek wisata selama PPKM Darurat, praktis tak ada pemasukan yang didapat. “Sebelum COVID-19, kami punya anggaran Rp 1 miliar. Sekarang tinggal Rp 400-an juta. Tahun ini mudah-mudahan masih bisa nutup (biaya operasional dan pakan monyet -red). Tapi kalau pandemi ini berkepanjangan, kami tidak tahu harus bagaimana,” ungkap Made Mohon, Minggu (11/7).
Menurut Mohon, untuk biaya operasional dan pakan monyet, setidaknya pengelola harus merogoh kocek minimal Rp 30 Juta per bulannya. Biaya yang dikeluarkan untuk biaya pakan monyet dan operasional kebersihan. Untuk pakan monyet pun saat ini variannya tak terlalu banyak karena menyesuaikan dengan budget.
Mohon mengungkapkan, untuk pakan monyet dianggarkan Rp 500 ribu per hari dengan varian makanan ketela dan pisang. Jumlah satwa monyet di Sangeh terdapat lebih dari 600 ekor. “Kebutuhan pangan mereka harus terpenuhi untuk menjaga karakter monyet agar tetap jinak. Sebab jika kelaparan, dikhawatirkan monyet akan kembali pada karakternya yakni suka menyerang,” katanya.
Guna memenuhi pakan monyet, Made Mohon mempersilakan jika masyarakat ada yang ingin menyumbang secara sukarela buah-buahan untuk diberikan kepada monyet. Jika ingin berdonasi, disarankan untuk menghubungi panitia terlebih dahulu agar tidak banyak buah yang mubazir karena didonasikan bersamaan. “Siapa tahu ada yang ingin menyumbang buah-buahan, kami sarankan untuk menelepon pengelola dulu. Sebab dulu saat awal-awal pandemi, banyak sekali yang berdonasi bersamaan. Akhirnya menumpuk dan jadi mubazir,” pungkasnya. (Parwata/balipost)