JAKARTA, BALIPOST.com – Perkembangan penanganan pandemi COVID-19 di tanah air menghadapi gelombang lonjakan kasus kedua (second wave). Pemerintah terus berupaya semaksimal mungkin untuk mengatasi tingginya kenaikan kasus dalam beberapa minggu terakhir dan mencegah lonjakan kembali di kemudian hari.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan pemerintah dalam hal ini belajar dari pengalaman penanganan pada lonjakan kasus pertama agar lonjakan kasus kedua dapat segera berakhir. Diharapkan dengan intervensi yang diambil seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat berdampak besar menurunkan jumlah kasus.
“Tentunya berbagai evaluasi dan peningkatan upaya penanganan terus dilakukan agar penurunan kasus dapat terlihat sesegera mungkin,” ungkapnya secara daring dalam Perkembangan Penanganan COVID-19 dan PPKM Darurat di Graha BNPB, Kamis (15/7), dalam rilis yang diterima.
Dalam menurunkan penambahan jumlah kasus harusnya bisa terjadi. Karena pada saat ini kondisi sarana dan prasarana penanganan COVID-19 sudah lebih baik dari saat terjadinya lonjakan pertama. Kondisi saat ini, lonjakan kasus sudah terjadi di minggu ke-9 dan intervensi kebijakan pengetatan dimulai lebih awal yakni pada minggu ke-8 seperti PPKM Darurat.
Hasil evaluasi terkait PPKM Darurat selama 1 minggu dilaksanakan, sudah terlihat dampaknya. Yaitu terjadi penurunan mobilitas ke tempat kerja, tempat umum, tempat wisata dan stasiun. Namun, penurunan mobilitas ini belum cukup menurunkan angka kasus yang saat ini telah melebih angka diatas 50 ribu kasus per hari.
Karena itu, berkaca dari pengalaman pertama, maka penurunan paling cepat diprediksi baru dapat terlihat dalam 3 minggu kedepan. Saat ini, dengan kapasitas dan jumlah laboratorium yang semakin meningkat sebanyak 742 laboratorium dengan capaian melebihi 300% dari standar yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Juga didukung dengan kapasitas tempat tidur sekitar 120 ribu tempat tidur isolasi dan ICU serta 7.930 tempat tidur di RS COVID-19.
Sementara, membandingkan dengan lonjakan pertama, tingginya kenaikan kasus disebabkan adanya periode libur panjang Natal dan Tahun Baru 2021. Dan intervensi pemerintah, baru terlihat pada 3 minggu setelah kebijakan diterapkan yang bertahan hingga 15 minggu. “Melihat periode saat itu, butuh waktu 13 minggu untuk menurunkan kasus,” lanjutnya.
Lebih rincinya, saat itu kebijakan yang diambil dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat di DKI Jakarta selama 4 minggu yang dilanjutkan PSBB transisi selama 13 minggu. Dilanjutkan intervensi kebijakan yang lebih ketat dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa – Bali setelah terjadinya kenaikan kasus berlangsung selama 10 Minggu.
Melihat kondisi dukungan sarananya, ada 45 ribu tempat tidur di ruang isolasi dan ICU rumah sakit rujukan COVID-19 dan 2.700 tempat tidur di RS Wisma Atlet Kemayoran Jakarta. Jumlah laboratorium yang beroperasi berjumlah 223 laboratorium dengan kapasitas pemeriksaan sekitar 70% dari standar WHO.
Karenanya, saat ini Pemerintah terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memantau kapasitas tempat tidur di rumah sakit wilayah masing. Rumah sakit harus melakukan konversi tempat tidur untuk pelayanan pasien COVID-19. Dan apabila konversi sudah melebihi 40% tempat tidur maka perlu segera dibuka rumah sakit atau rumah sakit lapangan khusus COVID-19.
Penambahan tempat isolasi terpusat juga perlu menjadi fokus utama untuk menurunkan beban rumah sakit. Dengan skenario apabila peningkatan kasus mencapai 30%, maka perlu penambahan sekitar 9 ribu tempat tidur isolasi dan 6 ribu tempat tidur ICU.
Penambahan tenaga kesehatan juga menjadi fokus perbaikan penanganan yang dilakukan pemerintah. Yang mana, kebutuhan ini akan diisi mahasiswa tingkat akhir dan perawat yang belum melewati ujian kompetensi (UKom). Ditujukan untuk membantu penanganan COVID-19 dengan supervisi dari perawat senior. Sementara, penambahan dokter akan diambil dari dokter yang telah menyelesaikan masa studi internship.
Peningkatan Ketersediaan sumber daya penunjang seperti oksigen dan obat-obatan juga akan dilakukan seluruh unsur kementerian/lembaga dan TNI/Polri dalam pengadaan dan distribusinya mengacu estimasi kebutuhan per provinsi.
“Tentunya intervensi yang dilakukan ini akan sulit terlihat dampaknya dalam penurunan kasus apabila masyarakat tidak turut serta untuk menekan penularan,” tegas Wiku. (kmb/balipost)