DEPOK, BALIPOST.com – Untuk meningkatkan saturasi oksigen dapat dilakukan dengan memastikan bahwa sirkulasi udara di ruangan sudah baik, olahraga teratur, konsumsi zat besi, dan menghindari merokok. Hal itu dikatakan Dosen Respirologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI/RSCM) dr. Ceva Wicaksono Pitoyo, Sp. PD-KP., KIC., dikutip dari kantor berita Antara, Minggu (25/7).
Ceva mengatakan hal tersebut dalam seminar daring 10th D’Rossi Open Lecture bertema “Bersikap Tenang di Puncak Pandemi” yang menyampaikan materi tentang “Memahami Saturasi Oksigen Kritis pada Pasien COVID-19”. Cara ini mungkin terdengar klise, tapi ini adalah cara-cara klasik yang sudah terbukti menjaga kesehatan manusia secara holistik.
Menurut dr. Ceva, penderita COVID-19 yang memiliki kadar oksigen rendah dapat mengalami happy hypoxia, yaitu suatu kondisi yang ditandai dengan saturasi yang rendah, namun tidak bergejala. “Saturasi oksigen adalah persentase hemoglobin (Hb) yang mengikat oksigen atau kejenuhan Hb yang teroksigenisasi,” ujar dr Ceva menjelaskan.
Saturasi oksigen seseorang dapat diukur dengan alat yang bernama oksimeter. Pengukurannya dilakukan dengan cara menjepitkan oksimeter pada jari tangan. Saturasi oksigen kemudian akan diukur berdasarkan jumlah cahaya yang dipantulkan oleh sinar inframerah, yang dikirim ke pembuluh darah kapiler.
Ia berpendapat bahwa penderita COVID-19 cenderung memiliki tingkat oksigen yang rendah di dalam darah. Hal itu karena sirkulasi oksigen pada pasien terhambat akibat adanya infeksi virus pada paru-paru, sehingga mengakibatkan penumpukan cairan yang menyulitkan oksigen masuk ke dalam tubuh.
Saturasi oksigen dapat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu sistem peredaran darah dan fungsi paru-paru. Pada pasien COVID-19, distress napas bisa disebabkan oleh dua hal, yaitu gagal napas dan tromboemboli (bekuan darah yang bergerak). (Kmb/Balipost)