Ilustrasi. (BP/Dokumen)

JAKARTA, BALIPOST.com – Pemerintah diharapkan memberikan kompensasi ataupun relaksasi agar sektor usaha hotel dan restoran bertahan di tengah pandemi, terutama saat penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan hal itu.

“Kami berharap ada kompensasi yang benar-benar efektif,” kata Maulana, dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (4/8).

Maulana menyayangkan tidak ada pemberian kompensasi sebagai akibat dari kebijakan penerapan PPKM sehingga pelaku usaha terpaksa bertahan sendiri-sendiri.

Pada Selasa (3/8) pemerintah memutuskan memperpanjang (PPKM) level 3 dan 4 mulai 2 hingga 9 Agustus 2021 di sejumlah wilayah Jawa dan Bali.

Baca juga:  Libur Lebaran Usai, Tambahan Kasus COVID-19 Nasional Naik dari Sehari Sebelumnya

Sejumlah aturan yang tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No 27 Tahun 2021 tidak jauh berbeda dengan peraturan sebelumnya.

Restoran masih belum diperbolehkan beroperasi sepenuhnya, hanya menerima layanan delivery dan takeway. Sementara sektor perhotelan non-penanganan karantina masih dibatasi, hanya dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen staf. “Kami tidak bosan-bosan untuk menyampaikan usulan kepada pemerintah bahwa situasi di sektor hotel dan restoran yang berada di bawah organisasi kami tidak berada dalam situasi yang cukup baik untuk bertahan,” terang Maulana.

Ia menambahkan saat ini sektor hotel dan restoran menghadapi situasi yang kritis. “Sektor ini sangat bergantung terhadap pergerakan orang dan aktivitas di lingkaran sekitar tempat usaha tersebut. Kalau aksesnya pun sulit, otomatis segmen market-nya juga bisa hilang,”

Baca juga:  Terapkan Teknologi Pertanian, Sejumlah Sayuran Tabanan Bisa Tembus Hotel

Ia menggarisbawahi empat relaksasi yang perlu diberikan pemerintah. Pertama, terkait pajak daerah yang masih menjadi beban pelaku usaha hotel dan restoran. Menurutnya, pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan untuk keringanan pajak sebab kondisi sektor usaha ini tidak boleh dibuka sepenuhnya.

Kedua, terkait kewajiban perbankan yang tidak sepenuhnya hilang meski pemerintah mengeluarkan POJK No. 48/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional untuk memberikan relaksasi terhadap sektor terdampak COVID-19, termasuk sektor pariwisata.

Baca juga:  Yuk, Tonton Parade ASEAN 50 pada 27 Agustus di Jakarta

“Bagaimana pelaku usaha bisa membayarkan bunga bank jika perusahaannya tidak menghasilkan uang dan tidak bisa beroperasi? Ini kan sulit,” ujar Maulana.

Ketiga, terkait beban biaya listrik yang masih tinggi. Maulana mengatakan seharusnya listrik yang dibayarkan bisa disesuaikan dengan jumlah pemakaian dan penggunaan pada sektor hotel dan restoran.

Terakhir, terkait dengan bantuan langsung tunai (BLT) tenaga kerja. Perihal ini, Maulana menyayangkan Kementerian Ketenagakerjaan hanya menggunakan data BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan keaktifan sampai Juni 2021 untuk menyalurkan bantuan. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *