Ilustrasi - Petugas kesehatan mengambil sampel cairan dari seorang wartawati pada tes usap antigen di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (21/8/2021). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Kondisi geografi dan demografi di Indonesia berpotensi memengaruhi kasus COVID-19 bisa bertahan lama. Demikian dikatakan Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra, dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (26/8).

“Indonesia dengan situasi (COVID-19) kita saat ini memang cukup tinggi kasusnya, walaupun sebagian besar wilayah di Pulau Jawa relatif menurun belakangan ini. Tetapi secara global, banyak negara yang sudah melewati puncak pandemi dan kasusnya sudah relatif terkendali,” katanya.

Hermawan mengatakan penetapan status pandemi merupakan kewenangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang suatu waktu bisa saja mencabut status dari global pandemi, sehingga masing-masing negara akan berpotensi mengalami endemi di mana kasus COVID-19 bisa bertahan cukup lama. “Bisa saja di masing-masing negara ada kasus yang bertahan, tetapi sedikit dapat dimitigasi dengan baik risikonya. Tetapi bisa jadi juga di beberapa negara akan ada kasus yang tetap tinggi, walaupun WHO sudah mencabut status pandemi,” katanya.

Baca juga:  Produksi Padi di Indonesia Naik

Hermawan mengatakan Indonesia berpotensi menjadi negara dengan kasus endemi COVID-19 yang relatif tinggi atau hyperendemi, sebab dipengaruhi situasi geografi dan demografi.

Ia mengatakan pengendalian pandemi di berbagai wilayah di Nusantara, seperti Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, masih berbeda-beda. “Perbedaan geografi dan demografi wilayah menyebabkan tingkat pengendalian akan berbeda-beda. Boleh jadi akan ada terus virus ini dan potensial pandemi, bahkan menjadi hyperendemi,” katanya.

Baca juga:  Peluang Jadi DPA Era Prabowo, Begini Jawaban Jokowi

Hermawan menambahkan faktor geografi berkaitan dengan lingkungan dan karakteristik wilayah. Misalnya kawasan perkotaan yang identik dengan kaum urban, seperti di Medan, Makassar, Manado, Surabaya, Semarang dan kota-kota besar lain.

“Kategori urban perkotaan seperti ini memungkinkan masyarakat itu mobilitasnya tinggi, kepadatan aktivitas sehingga potensi transmisi yang disebabkan kerumunan dan keramaian tetap akan berlangsung. Itu satu kondisi dari aspek geografi,” katanya.

Sementara pengaruh demografi, kata Hermawan, berkaitan dengan perilaku masyarakat yang dilatarbelakangi pendidikan, sosial, ekonomi dan juga budaya yang berbeda. “Maka COVID-19 yang memang menular melalui droplet kaitan dengan perilaku, kaitan dengan aktivitas juga berpengaruh terhadap daya tahan masing-masing daerah,” ujarnya. (Kmb/Balipost)

Baca juga:  Agresif Bangun Destinasi Wisata, Purwakarta Diserbu 4 Juta Travelista

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *