DENPASAR, BALIPOST.com – Dampak pandemi Covid-19 menjadi pelajaran penting bagi Bali bahwa ketergantungan ekonomi pada satu sektor yaitu sektor jasa sangat berbahaya. Seperti yang dialami saat ini, Bali mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi sangat dalam.
Bahkan saat ini ketika provinsi lain mulai bangkit, Bali masih terpuruk. Maka untuk memulihkan ekonomi Bali yang berdampak kepada masyarakat, perlu dilakukan pengembangan ekonomi lokal menuju kemandirian ekonomi Bali.
Kepala Badan Pusat Statistik Hanif Yahya mengatakan, dampak pandemi, ekonomi Bali seolah mati suri. Banyak fasilitas pariwiata tutup, toko, rumah makan harus gulung tikar. Hal itu menyebabkan pengangguran meningkat dari 1,25% pada Februari 2020 (sebelum pandemi) menjadi 5,41% pada Februari 2021. Dari hasil survey, lebih dari 90 ribu orang menganggur pada Agustus 2020 karena dampak pandemi, lalu turun menjadi 58 ribu pada Februari 2021.
Pandemi juga menyebabkan kemiskinan di Bali meningkat dari 3,78% pada Maret 2020 menjadi 4,45% pada September 2020 dan 4,53% pada Maret 201. Walaupun tingkat kemiskinan Bali terendah se-Indonesia, namun fenomena ini menjadi gambaran nyata dampak hantaman pandemi terhadap ekonomi Bali.
Pandemi juga diduga berdampak pada demografi penduduk yaitu terjadi pergeseran penduduk menurut kabupaten/ kota. Untuk wilayah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) presentase penduduknya turun dari 57,13% berdasarkan sensus 2010 menjadi 52,13% pada sensus penduduk 2020. “Penduduk Bali yang sebelumnya terkonsentrasi di wilayah Sarbagita menjadi tersebar ke wilayah lain seperti Buleleng pada sensus 2010, presentase penduduknya 16,04% menjadi 18,34% pada sensus 2020,” ungkapnya.
Sejak pandemi Maret 2020, perekonomian Bali merasakan dampak yang tidak ringan bahkan Bali dapat dikatakan provinsi yang terdampak paling dahsyat dari pandemi karena ketergantungan Bali pada pariwisata khususnya wisman. Indikasinya terlihat daro pertumbuhan ekonomi Bali yang terkontraksi selama lima periode berturut – turut yaitu -1,20% pada triwulan I 2020, -11,06% pada triwulan II 2020, -12,32% pada triwulan III 2020, -12,21% pada triwulan IV 2020 yang mengakitbatkan secara tahunan ekonomi Bali tumbuh negative -9,31% pada 2020.
Bali tidak bisa tinggal diam. Masyarakat Bali harus segera bangkit demi pemulihan ekonomi. Bukan hal mudah memang karena struktur ekonomi Bali terlalu tergantung pada sektor jasa yang merupakan muara dari aktivitas pariwisata. Lebih dari 75% ekonomi Bali disumbangkan oleh sektor jasa disusul pertanian belasan persen dan terendah sektor industry yang kontribusinya tidak lebih dari 8%.
Namun menarik dicermati, pertanian menjadi lapangan usaha yang selama ini kurang diminati mampu meningkatkan kontribusinya terhadap ekonomi Bali di masa pandemi. Kondisi ini menjadi sinyal bahwa ekonomi Bali tidak hanya bisa bergantung dari pariwisata yang sepenuhnya mengandalkan kunjungan wisatawan, karena ketika terjadi pembatasan seperti kondisi pandemi saat ini, kunjungan wisatawan yang dinanti tidak akan kunjung datang.
Pertumbuhan ekonomi Bali yang negative masih berlanjut pada triwulan I 2021 yaitu -9,81%. Dengan pelonggaran kegiatan masyarakat pada triwulan II 2021, secara yoy, ekonomi Bali membaik tumbuh positif 2,83%. “Namun sayangnya dengan adanya pelonggaran aktivitas masyarakat, terjadi lonjakan kasus dan ekonomi Bali kembali direm serta mengalami tekanan yang tidak bisa dikatakan ringan,” ujarnya.
Pandemi tidak bisa diprediksi garis finishnya, namun yanbg bisa dilakukan adalah pengembangan ekonomi Bali dengan pengembangan ekonomi lokal. Ketergantungan Bali atas dunia luar memang tidak bisa dipungkiri. Di saat ekonomi provinsi lain sudah bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi, dengan potensi yang ada, yang notabene tidak menggantungkan ekonominya pada pariwisata, namun Bali masih tetap beragntung pada hal tersebut. “Kita bisa menggali apa saja yang bisa dimanfaatkan untuk membangkitkan perekonomian Bali,” ujarnya.(Citta Maya/balipost)