JAKARTA, BALIPOST.com – Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dilaporkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan ke Polda Metro Jaya. Keduanya dilaporkan karena dugaan penyebaran berita bohong.
Luhut, Rabu (22/9), mengatakan pihaknya melaporkan keduanya karena sudah dua kali melayangkan somasi. Dikutip dari Kantor Berita Antara, Haris yang menjabat Direktur Lokataru dan Fatia yang merupakan Koordinator KontraS disebut Luhut tak kunjung menyampaikan permohonan maaf.
“Ya karena sudah dua kali dia nggak mau minta maaf. Saya kan harus mempertahankan nama baik saya, dan anak cucu saya. Jadi saya kira sudah keterlaluan karena dua kali saya tegur untuk minta, nggak mau minta maaf. Sekarang kita ambil jalur hukum, jadi saya pidanakan dan perdatakan,” ujar Luhut.
Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum Luhut Panjaitan, Juniver Girsang mengatakan, Luhut hadir langsung ke Polda Metro Jaya karena laporannya berkaitan dengan Undang Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan kasus perdata.
“Memang Pak Luhut yang langsung membuat laporan ini, buktinya dan pasal yang sudah dilaporkan juga ada sampai 3 pasal mulai UU ITE, lalu pidana umum dan ada juga soal berita bohong,” ujar Juniver.
Juniver juga mengatakan, Luhut turut membuat laporan perdata kepada kedua terlapor sebesar Rp100 miliar. “Rp100 miliar ini kalau dikabulkan oleh hakim akan disumbangkan kepada masyarakat Papua. Itulah saking antusiasnya beliau membuktikan apa yang dituduhkan itu tidak benar dan merupakan fitnah pencemaran nama baik,” sambungnya.
Laporan Luhut Binsar Panjaitan tersebut telah diterima dan terdaftar dengan nomor laporan polisi: STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 22 September 2021.
Menurut informasi yang dihimpun, kasus ini berawal dari unggahan video berjudul ‘Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya’ yang diunggah di akun Youtube Haris Azhar.
Video tersebut membahas laporan sejumlah organisasi termasuk KontraS tentang bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI di balik bisnis tambang emas atau rencana eksploitasi wilayah Intan Jaya, Papua. (kmb/balipost)