GIANYAR, BALIPOST.com – Keterbelakangan pertumbuhan pada anak yang sering disebut stunting masih sedang didata akhir Oktober ini. Diperkirakan akibat pandemi Covid-19 yang membuat semua sektor ekonomi masyarakat Bali terpuruk, stunting dan balita bergizi buruk akan mengintai.
Pada 2021 ini, Kabupaten Gianyar mendapat program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dari Kemenkes Bali. Batubulan termasuk satu dari 10 desa di Kabupaten Gianyar yang tingkat angka stunting-nya di atas 10 persen.
Perbekel Desa Batubulan, I Dewa Gede Sumertha, Rabu (29/9) mengatakan untuk menurunkan angka stunting Desa Batubulan, pihaknya mengoptimalkan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan mengoptimalkan pemberian makanan tambahan untuk balita. Diungkapkannya, pada 2020, angka stunting di Batubulan mencapai 12 persen sehingga pada tahun ini, desa itu mendapatkan program STBM dari Kementerian Kesehatan RI.
Dari hasil Musyawarah Desa (Musdes) diputuskan 19 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Desa Batubulan menjadi sasaran bantuan STBM dengan total nilai Rp 150 Juta. Dewa Sumertha menjelaskan PKM yang berasal dari 16 Banjar di Desa Batubulan ini memanfaatkan bantuan STBM untuk perbaikan WC, septictank, pembuatan tempat cuci tangan di dapur, termasuk pembuatan saluran air. Program STBM ini paling lambat selesai Oktober 2021 dengan pengawasan BPB dan KKM Desa Batubulan. “Syarat KPM penerima STBM merupakan warga miskin, ada ibu hamil dan ada balita,” ucapnya.
Selain pogram STMB, Desa Batubulan mengoptimalkan program Posyandu untuk menurun angka stunting. Sumertha menyampaikan dalam program Posyandu sudah mulai diterapkan penggunaan timbangan elektronik (digital) untuk mengukur berat balita. Ini diikuti pelatihan kader posyandu dan pemberian makanan tambahan untuk balita.
Pemberian makanan tambahan dari desa bersumber dari dana desa. Makanan tambahan tetap dianggarkan dari dana desa Tahun 2021 dan Tahun 2022 sebanyak 240 paket sebesar Rp 65.550.000 setiap tahun kepada 20 Posyandu di Desa Batubulan. ” Dengan program STMB, peningkatan layanan program Posyandu, Desa Batubulan mampu menurunkan angka stunting kini menjadi 4 persen,” jelas Dewa Gede Sumertha.
Sementara Tabanan sedang melakukan pendataan terkait angka stunting. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Tabanan, I Made Supardiyadnya menjelaskan setiap tahun Diskes melakukan pendataan pada balita untuk mengukur pertumbuhan mereka. Selain juga mendata jumlah balita yang mengalami stunting, yakni masalah gizi kronis atau buruk yang disebabkan oleh asupan gizi.
Diakuinya untuk stunting Tabanan masih relatif lebih baik dibandingkan nasional. Data di tahun 2020, tercatat 8,05 persen dari 23.911 Balita di Tabanan mengalami stunting, dan 0,012 persen gizi buruk. Jumlah ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan di 2019, yang tercatat 10 persen dari 24.058 Balita mengalami stunting dan 0,04 persen gizi buruk. “Dari hasil survey pemantauan gizi di Tabanan, kasus stunting Tabanan sekitar delapan persen, jadi masih rentang baik, karena menurut WHO batas maksimal toleransi stunting adalah 20 persen,” terangnya.
Sedangkan untuk data stunting di 2021, Supardi menambahkan, pada minggu ini baru dilakukan supervisi validasi dari Provinsi. “Minggu ini baru mulai SDGI lagi karena sudah turun level, artinya untuk data tahun 2021 masih dilakukan validasi,” jelasnya.
Supardi menjelaskan, umumnya stunting terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi atau memang sang anak yang tidak suka makan. Stunting bisa terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. (Wirnaya/Puspawati/balipost)