Koordinator Staf Khusus Presiden RI, AA GN Ari Dwipayana pada orasi ilmiah yang diselenggarakan untuk memperingati Dies Natalis Universitas Hindu Indonesia (UNHI) ke-58, bersamaan dengan Wisuda Sarjana ke-59, Wisuda Magister ke-30 dan Wisuda Doktor ke-18 pada hari senin, (04/10). (BP/Ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sains dan teknologi dalam perspektif tradisi Bali memiliki kearifan tersendiri, yang melengkapi sains modern. Masyarakat Bali mengenal Wiweka-widya dan Jnana-wicaksana, yang menekankan bahwa Sains dan teknologi bukanlah sekedar eksplorasi pikiran yang menghasilkan widya, tapi juga menembus olah kepekaan jnana hingga berpuncak pada kawicaksanan atau wisdom.

Hal itu disampaikan Koordinator Staf Khusus Presiden RI, AA GN Ari Dwipayana pada orasi ilmiah yang diselenggarakan untuk memperingati Dies Natalis Universitas Hindu Indonesia (UNHI) ke-58, bersamaan dengan Wisuda Sarjana ke-59, Wisuda Magister ke-30 dan Wisuda Doktor ke-18 pada Senin (4/10).

Baca juga:  Ibunya Terkonfirmasi COVID-19 dan Meninggal, Seorang Bayi Prematur Berhasil Dirawat RSUP Sanglah

Menurut Ari Dwipayana, tradisi pengetahuan di Bali bisa dipilah dalam 3 dimensi. Pertama, yaitu dimensi Rasa, yang bersumber pada pengakuan adanya Jiwa dalam setiap obyek di dunia.

Selain soal dimensi rasa, Ari Dwipayana juga menegaskan bahwa pengetahuan tradisi Bali juga menawarkan dimensi etik sebagai bagian intergral etika masa depan, yaitu kepatutan dan kepantasan. Untuk mencapai kawicaksanaan, ada 5 tahap yang harus dilalui yaitu: nawang, bisa, dadi, patut dan pantes.

Baca juga:  Pemulihan Pariwisata Diprioritaskan Sasar Wisdom lewat "Work from Bali"

Hal ketiga yang ditekankan oleh Ari adalah dimensi tujuan, di mana muara dari setiap ilmu adalah kembali pada hakikat kemanusiaan, yaitu perwujudan Jagadhita ya ca Iti Dharma, upaya menciptakan harmoni dan kebahagiaan lahir batin untuk umat manusia dan alam semesta berlandaskan atas Dharma. Tujuan ini, hanya bisa tercapai jika disinergikan dengan dua dimensi sebelumnya, yaitu dimensi rasa dan dimensi etik.

Mengakhiri orasi ilmiah tersebut, Ari Dwipayana yang juga Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud mengajak umat Hindu untuk membangun jembatan antara kearifan lokal dengan kemajuan sains dan teknologi, membuka dialog yang sehat antara agama, tradisi dan ilmu pengetahuan. Ilmu agama, kearifan lokal, sains dan modernitas perlu jaga secara seimbang untuk melahirkan sikap welas asih, memuliakan kemanusiaan dan memajukan peradaban.

Baca juga:  Pariwisata Gianyar Makin Pulih, Kunjungan Wisatawan Terus Meningkat

“Sikap-sikap puritan yang mengorbankan ilmu pengetahuan, seperti dialami Anaxagoras dan Galileo tidak perlu terjadi lagi. Dan sebaliknya, perkembangan dan kemajuan sains dan teknologi tak perlu meminggirkan kearifan agama dan tradisi,” tutur Ari dalam rilis yang diterima. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *