Dokter Sri Wahyuni (kanan) berbincang dengan keluarga Dayu Tirta. (BP/Istimewa)

GIANYAR, BALIPOST.com – Ida Ayu Putu Tirta (54) duduk termenung di depan kamar kostnya ketika pemerhati anak, Dr. dr. A.A. Sri Wahyuni, Sp. KJ berkunjung bersama staf yayasan cerebral palsy pada Minggu (3/10). Ibu dua anak ini berdasarkan informasi, mengalami kesulitan mengakses layanan kesehatan karena terkendala biaya.

“Saya mendapat informasi dari warga sekitar dan dari tukang ojek bahwa ada warga yang mengalami kesulitan mengakses pelayanan kesehatan. Tukang ojek itu menceritakan bahwa ada perawat yang kebetulan bekerja di sebuah yayasan sedang membantu anak yang bermasalah dengan kesehatan,” tutur dr. Wahyuni.

Dua anak Dayu Tirta belum tersentuh layanan kesehatan karena tidak adanya biaya. Sayangnya, meskipun ada fasilitas JKN KIS dari pemerintah sejak 2014, keluarga ini tak kunjung bisa mengakses fasilitas kesehatan gratis tersebut.

Baca juga:  Sebuah Catatan 72 Tahun Kemerdekaan Indonesia, Kontribusi JKN-KIS Bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Ibu dua anak ini merupakan orangtua tunggal setelah suaminya meninggal dunia 5 tahun lalu karena sakit. Ia tinggal di kamar kost di Jalan Kesatrian, Gang Megawarna, Gianyar.

Dalam kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan, Dayu Tirta mesti mengurus kedua anaknya yang sakit. Anak perempuan pertamanya berusia 18 tahun mengalami kelainan pertumbuhan saraf, cerebral palsy.

Kondisinya saat ini tidak bisa bicara, mata tidak berfungsi, berjalan namun harus dipapah. Sehari-hari, Tirta bekerja membuat canang namun hanya mampu menghasilkan 200 buah, karena anak harus dipangku. “Jika tidak dipangku, akan marah dan teriak-teriak, mencubit hingga tangan saya terluka. Jika tidur harus dipeluk dan setiap saat bisa terbangun,” tuturnya.

Baca juga:  Eksekutif Usulkan Anggaran Warga Tak Terjangkau JKN

Kata Dayu, anak pertamanya ini mengalami kejang satu sampai dua kali sebulan. Ditambah lagi, sehari sebelum menstruasi emosi anaknya meningkat.

Pernah Dayu Tirta membawa anaknya ke Yayasan Cerebral Palsy di Gianyar untuk mendapat terapi. Selama dua tahun, ia rutin membawa anaknya ke sana untuk mendapat terapi dan pendidikan.

Terapi tersebut cukup membantu karena anaknya sudah mampu tidur walaupun setiap jam terbangun. Mengingat usia anaknya sudah menginjak 18 tahun, Dayu Tirta tidak bisa lagi membawa anaknya ke sana karena yayasan tidak mengasuh anak di atas usia 18 tahun.

Baca juga:  Tahun Depan, Pasar Seni Sukawati akan Direvitalisasi

Selain anak pertama yang mengalami gangguan saraf, Dayu Tirta kini juga dihadapkan pada kondisi anak bungsunya. Meski fisiknya normal hingga bisa bersekolah di kelas XI, namun sudah sebulan ini menderita batuk berdahak dan belum pernah mendapatkan pengobatan.

Banyak donatur yang sudah berusaha membantu, seperti pemberian kursi roda untuk anak pertama dan sepeda untuk anak ke-2. Selain itu, keringanan uang kost juga telah diberikan pemilik kost.

Namun dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari ditambah pengobatan anak, Dayu Tirta masih kesulitan. Saat ini keluarga Dayu Tirta belum mempunyai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ataupun terdaftar di dinas sosial kabupaten/provinsi. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *