I Nyoman Rutha Ady. (BP/Istimewa)

Oleh I Nyoman Rutha Ady, S.H., M.H.

Tidak berlebihan ketika Presiden Joko Widodo mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mulai mempersiapkan diri memasuki era perubahan untuk hidup berdampingan dengan COVID-19. Ajakan presiden ini tentu dilandasi hasil evaluasi atas upaya penanggulangan meluasnya penularan dan dampak pandemi COVID-19 sejak Maret 2020 di Indonesia yang mengancam kesehatan dan nyawa manusia.

Akibat meluasnya pandemi tersebut, sulit dipungkiri selama rentang waktu satu setengah tahun terakhir ini umat manusia di seluruh dunia dipaksa untuk merubah perilaku dalam menjalankan kehidupan duniawi. Berawal dari gangguan kesehatan, selanjutnya secara tidak terduga meluas pada aspek kehidupan lainnya secara berantai sehingga menggoyahkan aspek ekonomi, pendidikan, sosial, keamanan, dan aktivitas ritual keagamaan.

Betapa beratnya  umat manusia menanggung beban ditengah ancaman pandemi, ditambah lagi hilangnya sumber nafkah untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Tidak bebas bepergian keluar rumah sebagaimana dilakukan sebelum pandemi, merupakan tekanan hidup baru yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.

Baca juga:  Dua Kebakaran di Kota Denpasar, Pemilik Rugi Puluhan Juta

Suka tidak suka, mau tidak mau, peradaban manusia akan mengalami perubahan besar secara alamiah. Betapapun canggihnya teknologi yang dikuasai manusia, satu aspek yang tidak bisa diatasi dan dilawan adalah kodrat alam yang mengatur perjalanan hidup manusia sejak lahir hingga menghadapi perubahan besar secara alamiah. Memang tidak mudah beradaptasi untuk hidup berdampingan bersama COVID-19.

Tetapi itulah pola hidup yang harus dilakukan ketika perubahan status pandemi COVID-19 akan menjadi endemi. Semua pihak menyadari untuk merubah pola hidup keseharian juga memerlukan waktu karena tidak mungkin dilakukan sebagaimana mudahnya membalikkan telapak tangan.

Aspek penting dari ajakan Presiden Joko Widodo yang memang perlu diikuti adalah dimulai dengan membiasakan diri mematuhi disiplin menerapkan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Karena dari kebiasaan itu akan terdorong keinginan untuk terus berubah secara perlahan menyikapi dinamika pola hidup menuju new normal (kenormalan baru). Komunitas yang tergabung dalam wadah lembaga adat seperti desa adat, banjar, organisasi kepemudaan, subak, seni, dan yang lainnya di Bali sudah tidak lagi melakukan parum (rapat) rutin dengan mengumpulkan seluruh anggota sebagaimana dilakukan sebelum pandemi.

Baca juga:  Duktang Masuk Badung Tanpa Suket Bebas COVID-19, Polisi akan Lakukan Ini

Pemberitahuan kegiatan organisasi dilakukan melalui sistem administrasi dengan penyampaian surat dan di era digital saat ini lebih banyak dilakukan melalui media sosial karena dinilai efektif dan waktu diterimanya pemberitahuan relatif cepat. Seberapa cepat manusia akan mampu mengatualisasikan diri beradaptasi dengan kenormalan baru, masing-masing individu tentu memiliki daya nalar, aspek psikologis dan kemampuan menerima perubahan yang berbeda-beda.

Lingkungan keluarga dan masyarakat juga sangat menentukan kondisi ketika seseorang ingin melakukan perubahan. Dalam masyarakat Hindu pedesaan di Bali yang komunal dengan  kuatnya pemahaman kuna dresta (kebiasaan masa lampau) dan loka dresta (kebiasaan di desa adat setempat), merubah sesuatu dalam hidup bermasyarakat tidak semudah dilakukan sebagaimana individu-indvidu yang hidup di tengah masyarakat heterogen di perkotaan besar dengan kebiasaan yang hampir setiap saat mengalami perubahan.

Baca juga:  Anak Dua Tahun Terperosok ke Sumur

Tingginya angka korban meninggal dan warga masyarakat yang masih dirawat akibat pandemi merupakan bukti betapa keganasan COVID-19 tidak mudah untuk ditaklukkan. Itulah alasan kenapa kepala negara mengajak rakyat Indonesia untuk mulai berpikir positif tentang pentingnya melakukan adaptasi terhadap kenormalam baru. Hidup berdampingan bersama Covid-19 dimaksudkan sebagai upaya menumbuhkan kesadaran kolektif bagi seluruh insan Nusantara untuk memahami bahwa dalam rentang waktu tertentu pandemi akan berubah menjadi endemi.

Artinya penyakit itu tidak bisa hilang tetapi penyebaran dan penularannya dapat diatasi dengan upaya pencegahan melalui pemberian vaksin sejak usia dini. Dalam posisi inilah seluruh rakyat Indonesia perlu merapatkan barisan dan secara bersama-sama bertekad bulat menghadapi pandemi COVID-19 dengan melepaskan sekat-sekat politik, serta sikap saling mencurigai yang kontraproduktif bagi kelangsungan pembangunan bangsa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penulis, Pemerhati Masalah Sosial, tinggal di Legian Kuta

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *