JAKARTA, BALIPOST.com – Satgas Penanganan COVID-19 menilai pentingnya bagi semua pihak termasuk masyarakat memahami faktor penyebab lonjakan kasus COVID-19 atau yang sering disebut sebagai gelombang baru COVID-19.
Dan perlu dipahami bahwa virus itu sendiri tidak bisa dijadikan sebagai entitas tunggal penyebab persebaran penyakit. Perlu melihat faktor-faktor lain yang menstimulasi persebarannya. Misalnya, dinamika evolusinya dan perilaku manusia yang mendukung peningkatan transmisinya yang cukup khas di tiap-tiap wilayah.
Demikian dikatakan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Selasa (5/10/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Wiku mengatakan bahwa penyebab gelombang pertama di hampir seluruh negara dikarenakan masih rendahnya pemahaman terkait penyakit ini termasuk para ahli dan ilmuwan di bidang penyakit menular. Penyebaran COVID-19 dari Wuhan ke negara-negara lain terjadi akibat mobilitas yang besar antarnegara saat itu.
Mobilitas yang besar ini menyebabkan COVID-19 selanjutnya menjadi pandemi. Dampak yang terjadi dengan meningkatnya jumlah kasus-kasus, khususnya kasus perawatan di rumah sakit disebabkan oleh belum ditemukannya obat-obat atau vaksinasi yang mendukung upaya kuratif saat itu.
Untuk penyebab gelombang kedua, Kemunculan dan varian of concern (VOC) seperti Alfa, Beta, Gamma dan Delta di beberapa negara. Seperti Inggris, Afrika Selatan dan India menyebabkan kemunculan gelombang kedua. VOC yang tidak disertai dengan penjagaan mobilitas antarnegara menyebabkan gelombang ikutan ke negara-negara tetangga. Bahkan negara di Asia Tenggara seperti Thailand dan Indonesia.
Jika merujuk pada studi dari Rusia tahun 2021 mengenai analisis regresi data COVID-19 dari 35 negara di dunia, menyatakan bahwa mayoritas penyebaran varian baru di beberapa negara tersebut terjadi akibat pergerakan domestik yang memperparah penyebaran varian impor.
Sedangkan di Spanyol Jepang dan Korea Selatan, peningkatan signifikan terjadi akibat penularan di komunitas atau klaster. Sehingga penderita COVID-19 umumnya berasal dari kelompok yang sama. Contohnya ibu hamil dan anak-anak untuk di Spanyol dan kasus di perkantoran untuk di Jepang.
Selanjutnya gelombang ketiga yang terjadi di Kentucky, Amerika Serikat, disebabkan oleh distribusi varian baru yaitu R1 dan varian Mu di Columbia. Selain itu pembukaan sektor sosial ekonomi yang tidak disertai kepatuhan protokol kesehatan yang tinggi, menyebabkan lonjakan kasus di Singapura, beberapa negara di Eropa dan Afrika.
Walaupun saat ini Indonesia telah mulai melakukan kegiatan produktif secara bertahap bertingkat, dan berlanjut, namun masyarakat harus tetap berhati-hati dalam beraktivitas. Jangan serta merta melupakan pentingnya proteksi protokol Kesehatan baik memakai masker menjaga jarak dan menjauhi kerumunan. “Kepatuhan ini merupakan kunci mencegah timbulnya gelombang baru,” pungkas Wiku. (Agung Dharmada/Balipost)