Yasonna Laoly. (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Pemerintah menetapkan tarif tunggal untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tercatat PPN akan dinaikkan menjadi 12 persen namun secara bertahap.

PPN akan dinaikkan menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025. “Pemerintah memahami aspirasi masyarakat melalui fraksi-fraksi DPR bahwa penerapan multi tarif PPN dikhawatirkan akan meningkatkan cost of compliance,” kata Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly dalam Sidang Paripurna DPR RI di Jakarta, Kamis (7/10), dikutip dari Kantor Berita Antara.

Baca juga:  UNS Surakarta Ditutup Sementara, Sejumlah Dosen Meninggal COVID-19

Yasonna menyatakan penerapan kenaikan tarif menjadi 12 persen dilakukan mempertimbangkan kondisi masyarakat dan dunia usaha yang masih belum pulih dari dampak COVID-19. Selain itu, jika tarif dinaikkan 12 persen pada saat ini dikhawatirkan akan meningkatkan cost of compliance dan menimbulkan potensi dispute (sengketa) sehingga disepakati sistem PPN tetap menerapkan tarif tunggal.

Menurutnya, secara global tarif PPN di Indonesia relatif lebih rendah dari rata-rata dunia sebesar 15,4 persen dan lebih rendah dari Filipina 12 persen, China 13 persen, Arab Saudi 15 persen, Pakistan 17 persen dan India 18 persen. Selain itu pemerintah melalui UU HPP juga memberikan kemudahan dalam pemungutan PPN terhadap jenis barang atau jasa tertentu maupun sektor usaha tertentu melalui penerapan tarif PPN final misalnya 1 persen, 2 persen atau 3 persen dari peredaran usaha.

Baca juga:  Lebih dari 6 Bulan Tak Disuntik Dosis 2, Vaksinasi COVID-19 Harus Diulang

Tak hanya itu, perubahan atas UU Pajak Pertambahan Nilai yang mengatur perluasan basis PPN dilakukan dengan mengecualikan beberapa aspek yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial dan beberapa jenis jasa lainnya meski ditetapkan sebagai barang atau jasa kena pajak namun diberikan fasilitas dibebaskan PPN.

“Sehingga masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tidak akan membayar PPN atas konsumsi barang dan jasa tersebut sama perlakuannya dengan kondisi saat ini,” jelasnya.

Baca juga:  Tiga Hari Berturut-turut!!! Bali Kembali Catat Rekor Baru Penambahan Positif COVID-19

Pengaturan ini dimaksudkan agar perluasan basis PPN dilakukan dengan tetap mempertimbangkan asas keadilan, asas kemanfaatan khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum dan asas kepentingan nasional. “Ini diharapkan dapat mengoptimalisasi penerimaan negara yang diselenggarakan dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum,” ujarnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN