AMLAPURA, BALIPOST.com – Gubernur Bali Wayan Koster kembali menegaskan kualitas garam yang diproduksi secara tradisional di kawasan Amed, Kabupaten Karangasem, dan di kawasan Tejakula, Kabupaten Buleleng, serta beberapa daerah lain sangat baik. Bahkan sudah diekspor ke berbagai negara.
“Kita punya tempat produksi garam yang punya hasil bagus, berkualitas dimanfaatkan sejak turun temurun. Utamakan dulu untuk konsumsi (lokal, red) kita,” tandas Gubernur Koster saat kunjungan kerja ke sentra produksi garam Amed, Desa Purwakerthi, Kabupaten Karangasem, Minggu (17/10) pagi.
Gubernur Koster didampingi Ketua Dekranasda Provinsi Bali, Ny. Putri Suastini Koster mengungkapkan, selama ini garam tradisional Bali cukup terganggu pemasarannya di tingkat lokal karena gempuran garam impor. “Lalu ada alasan SNI yang mewajibkan kandungan yodium. Padahal bicara kandungan mineral lain garam kita luar biasa, punya rasa khas yg tidak bisa disamakan produk daerah lain. Untuk itu saya terbitkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemanfaatan Garam Tradisional Lokal Bali,” tutur Gubernur asal Sembiran, Kabupaten Buleleng tersebut.
Terkait hal tersebut pula, Gubernur Koster menekankan bahwa kedepan produksi garam lokal Bali akan terus didorong agar bisa masuk ke pasar dan konsumen lokal Bali. Apalagi garam Amed sudah ada HAKI dengan indikasi geografis. “Saya dorong agar Kadis Kelautan agar garam tradisional segera punya HAKI semua. Gunakan produk kita sendiri jangan malah banggakan produk luar. Kalau 4,3 juta penduduk Bali konsumsi, pasti terserap semua produk kita. Saya dorong juga bapak Bupati Karangasem untuk sosialisasi penggunaan garam tradisional untuk masyarakat,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Koperasi Petani Garam Amed Karangasem, I Nengah Suanda memuji Gubernur Koster sebagai pemimpin yang benar-benar Satya wacana dan terbukti. “Ini pemimpin sebenarnya untuk Bali. Langsung datang kesini untuk melihat petani kita,” ujarnya.
Diuraikannya, garam hasil produksi dari Bali pengerjaannya lebih kompleks tanpa penambahan bahan kimia. Sehingga harganya lebih tinggi. Bahkan, petani garam di Amed bisa produksi 30 ton garam per tahun dengan 4 kali panen. Suanda, mengatakan sejatinya garam Amed dan garam tradisional lokal Bali lain telah memperoleh pengakuan dan diminati di dunia kuliner, serta telah dipasarkan secara nasional dan internasional. Di samping itu juga telah diekspor ke Jepang, Korea, Thailand, Prancis, Swiss, Rusia, dan Amerika Serikat.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Koster beserta Ny. Putri Suastini Koster, Kapolda Bali Irjen Pol. Putu Jayan Danu Putra, Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, dan Bupati Karangasem I Gede Dana, serta Kadisperindag Provinsi Bali I Wayan Jarta dan Kadis Kelautan dan perikanan Provinsi Bali Made Sudarsana juga mencoba memanen garam yang dikenal punya cita rasa gurih khas tersebut. (Winatha/balipost)