NEGARA, BALIPOST.com – Musim kemarau mengakibatkan debit air sejumlah sungai di Jembrana menurun bahkan kering. Kondisi tersebut berdampak pada petani tambak udang tradisional yang menggantungkan aliran air payau.
Sejumlah petani tambak tradisional, tak dapat berbuat banyak dan membiarkan sejumlah petak kolam kering tanpa diisi benih. Seperti di tambak milik Nasirin, di Kombading, Desa Pengambengan. Sejak beberapa bulan lalu, pihaknya sudah tidak mengoperasikan tambak karena debit air sungai menurun.
Puncaknya, bulan ini tambak benar-benar kering tak teraliri air sungai yang juga kering. “Kalau sudah musim kering, (aliran) sungai kecil. Sudah pasti tidak ada air masuk ke tambak,” terangnya.
Karena debit air yang turun ini, mereka menunda menebar benih hingga air benar-benar bisa digunakan. Kondisi serupa dialami Abdul Ghoni. Sejumlah petak kolam tambak yang dimilikinya kini kering akibat musim kemarau. Petani tidak mampu menyediakan sumur bor untuk alternatif. Selain biaya operasionalnya juga besar, juga tidak memiliki sumur bor. Mereka menggantungkan aliran dari sungai saja. “Kalau ada bantuan sumur bor, ya kami menerima agar tetap berlangsung,” terangnya.
Di wilayah pesisir, tambak semacam ini banyak ditemui seperti di Lelateng, Pengambengan dan Cupel. Para petani tambak tradisional ini sangat menggantungkan air permukaan terutama di aliran sungai berair payau. Berbeda dengan tambak intensif atau super intensif dengan peralatan (kincir air) yang banyak dan menggunakan sumur bor (surya dharma/balipost)