AAGN Ari Dwipayana. (BP/Istimewa)

GIANYAR, BALIPOST.com – Yayasan Puri Kauhan ubud, meluncurkan tiga buku yang merupakan catatan rangkaian kegiatan Yayasan selama masa pandemi. Acara peluncuran buku dilaksanan Rabu (20/10), bertempat di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.

Buku pertama, Sastra Saraswati Sewana, Pemarisuddha Gering Agung, memuat karya-karya terpilih dan karya nominasi para peserta Ajang Kreasi Sastra Saraswati Sewana. Buku kedua, bertajuk “Mulat Sarira untuk Bali Bangkit, Pabligbagan Di Masa Pandemi” memuat catatan Pabligbagan Virtual (diskusi virtual), yang diselenggarakan Yayasan Puri Kauhan Ubud selama pandemi. Buku ketiga, berjudul Mai Mabasa Bali, memuat karya-karya Pemenang Lomba Kartun Strip Mai Mabasa Bali. Mai Mabasa Bali (Mari Menggunakan Bahasa Bali), merupakan event Yayasan Puri Kauhan Ubud mengkampanyekan penggunaan bahasa Bali kepada masyarakat luas.

Baca juga:  BUMDes Berpotensi Jadi Saingan Koperasi

Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Kun Adnyana, menyampaikan bahwa acara ini merupakan gerakan kesadaran untuk mengembalikan sastra sebagai Ibu sekaligus “ulu” etos laku keseharian dalam menata masyarakat juga memajukan bangsa. Kegiatan Sastra Saraswati Sewana ini, bisa menjadi contoh dan tauladan untuk mengembalikan bagaimana poros imajinasi kita, bisa berangkat dari kekayaan khasanah susastra Nusantara.

Rektor ISI Denpasar melanjutkan, bahwa acara ini dapat merefleksikan, melihat kembali jejak keluhuran dan kebijaksaan tetua kita di masa lalu. Bagaimana mereka hidup, menjaga harmoni antar manusia, dengan alam, dan juga terjalinnya hubungan yang kohesif antar yang nyata dan yang tidak nyata.

AAGN Ari Dwipayana, selaku Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud, dalam rilis yang diterima, menyampaikan peluncuran buku, yang tepat dilaksanakan pada Buda nemu purnama yang disebut dengan Buda Kembang, ini dimaknai sebagai kesempatan emas, waktu yang sangat tepat untuk menyadari sambungan tali rasa-kalbu-hati, antara pertiwi-tanah-tubuh dan candra/bulan. Ia juga menekankan bahwa masyarakat Bali tidak cukup hanya merayakan budaya literasi, tetapi harus dilanjutkan dengan Sastra Paraga, membadankan sastra dalam pikiran, kata-kata, dan tindakan.

Baca juga:  Seluruh Desa di Gianyar Miliki Posyankumhamdes

Dari Sastra Paraga inilah kemudian lahir Sastra Dresta. Sastra Dresta adalah sastra yang telah dijadikan cara pandang dan tindakan kolektif untuk memecahkan berbagai persoalan kalut dan kemelut hidup

Hadir memberikan apresiasi atas peluncuran buku ini, tiga tokoh yang sangat intens mengamati perkembangan budaya Bali yaitu, Jean Couteau, Profesor Adrian Vickers dari Universitas Sydney, dan Dr Graeme Macrae, lecturer dari Massey University. Ketiga tokoh tersebut memberikan apresiasi atas upaya-upaya yang telah ditempuh Yayasan Puri Kauhan Ubud, dalam membangkitkan kecintaan masyarakat pada sastra dan aksara Bali. Sebuah upaya, yang diharapkan dapat menginspirasi masyarakat Bali lainnya, untuk melakukan upaya bersama yang lebih konkrit dan efektif.

Baca juga:  Sanggar Pancer Langiit Gelar Pertunjukan "Maha Awidya"

Acara yang diselenggarakan secara hybrid tersebut, juga menghadirkan dongeng mulat sarira yang dibawakan oleh Rukardi Rinakit dan Ayu Lakmi, serta ditutup dengan Pemutaran Teater Seni Sekala Niskala, karya sutradara muda berbakat Kamila Andiri dan koreografer Ida Ayu Wayan Arya Satyani. Teater ini telah dipentaskan di Esplanade Theater Singapura pada tahun 2019 dan Asia Topa Melbourne di tahun 2020. (kmb/balipost)

BAGIKAN